Yogyakarta (pilar.id) – Visi, misi, dan program pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar (AMIN) dinilai sebagai agenda perubahan dengan target yang realistis.
Prof. Sulfikar Amir, Pakar Sosiologi Perkotaan dari Universitas Teknologi Nanyang, Singapura, yang juga merupakan juru bicara Anies Baswedan, menekankan kerealistisan visi dan misi AMIN.
“Saya terlibat dalam penyusunan visi, misi, dan program AMIN untuk beberapa poin. Visi dan misi AMIN realistis, tidak mengawang-ngawang, tidak ambisius, dan tidak sekadar slogan. Sangat realistis dan tidak ada satu kata pun tentang IKN [Ibu Kota Nusantara],” ujarnya dalam diskusi AMIN Muda di Yogyakarta, Sabtu (18/11/2023).
Prof Sulfikar menjelaskan bahwa keputusan untuk tidak menyertakan IKN dalam visi dan misi AMIN dikarenakan fokus AMIN pada pembangunan untuk kepentingan seluruh bangsa Indonesia, bukan kelompok tertentu. “Sehingga tidak fokus ke sana [IKN].”
Dia menyoroti berbagai permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia, mulai dari ketimpangan, stunting, kesehatan ibu hamil, penegakan hukum, perkotaan, lingkungan hidup, dan permasalahan lainnya. Menurutnya, untuk menyelesaikan berbagai permasalahan tersebut memerlukan sumber daya yang besar, sedangkan pembangunan IKN membutuhkan dana yang sangat besar.
“Adalah tindakan rasional jika banyak masalah yang sangat penting untuk diselesaikan dengan sumber daya yang ada. Dan uang atau sumber daya yang tersedia sebaiknya untuk mengembangkan kota-kota lain sehingga menjadi penggerak perekonomian dan menciptakan lapangan kerja baru,” jelas Prof Sulfikar.
Salah satu misi AMIN adalah pengembangan kota-kota lain di Indonesia sebagai pusat baru pertumbuhan ekonomi. Jika banyak kota lain dapat menjadi pusat pertumbuhan baru dengan aktivitas ekonomi setara dengan Jakarta, menurutnya, hal ini dapat menciptakan pusat pertumbuhan baru.
Prof Sulfikar menilai bahwa banyak kota di Indonesia membutuhkan dukungan dana dari pemerintah pusat agar dapat berkembang, menyediakan pelayanan publik berkualitas, seperti transportasi publik, air bersih, akses pendidikan, dan kesehatan berkualitas.
Dia menambahkan bahwa cara pandang ini menjadi dasar pemikiran yang rasional dan waras yang selama 5 tahun terakhir relatif terabaikan. “Selama 5 tahun terakhir enggak rasional, maka kita perlu kembali pada cara berpikir yang waras.”
Menurutnya, ke depan pemerintah harus menghitung semua sumber daya yang tersedia dan target yang diinginkan dengan menggunakan basis meritokrasi, sistem memberikan kewenangan pada orang yang kompeten.
“Itu [sistem meritokrasi] hilang dan ingin kita kembalikan. Kami berharap gerakan AMIN Muda dapat membantu menggelorakan narasi yang ada di masyarakat supaya bisa kembali pada pijakan rasional di mana demokrasi jadi pijakan utamanya.”
Sementara itu, founder gerakan Bersama Indonesia Ivan Ahda menyampaikan bahwa anak muda diasosiasikan dengan gagasan untuk keberlangsungan generasi selanjutnya.
“Anak muda juga pada satu frame bagaimana mendorong gagasan kesejahteraan masa depan, bagaimana konsep keadilan ekologis, menyelamatkan lingkungan kita, bukan hanya bicara soal pertumbuhan-pertumbuhan, tetapi tidak berkelanjutan dan bersekongkol dengan oligarki.”
Koordinator AMIN Muda Muhammad Farhan menambahkan, kenapa anak muda harus berubah atau punah seperti halnya tagline gerakan AMIN Muda. Hal ini tidak bicara soal 5 atau 10 tahun terakhir, tetapi menekankan bagaimana generasi punya akses sumber daya seperti air bersih, energi, pangan yang ada ancaman krisis ke depan.
“Maka generasi muda bisa melihat adanya keadilan ke depan. Terimakasih anak-anak muda yang sudah hadir untuk berdiskusi tentang beragam topik pada hari ini,” kata Farhan. (riq/hdl)