Jakarta (pilar.id) – Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan, DPR berkomitmen untuk mengawal pembahasan anggaran negara agar dikelola untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menurutnya, kebijakan fiskal tahun anggaran 2023 harus difokuskan pada peningkatan produktivitas untuk transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
“Kami harapkan tetap berpijak pada kepentingan masyarakat, terutama rakyat kecil,” kata Puan, di Jakarta, Jumat (20/5/2022).
Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira meminta pemerintah menambah alokasi anggaran untuk perlindungan sosial. Apalagi, tahun depan, tekanan ekonomi akan jauh lebih kompleks.
Kenaikan tingkat suku bunga, dan sektor-sektor yang belum pulih akibat pandemi, serta terbatasnya lapangan pekerjaan siap menghadang perekonomian nasional. Dengan tekanan seperti ini, pemerintah diminta bijak dalam mengelola anggaran.
“Dibanding fokus pada pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), lebih baik menambah anggaran perlindungan sosial. Apalagi Indonesia ini salah satu negara di ASEAN yang anggaran perlindungan sosialnya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) relatif kecil,” tutur Bhima.
Untuk diketahui, pada tahun depan pemerintah mengalokasikan dana untuk perlindungan sosial di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maksimal sebesar Rp349 triliun. Angka tersebut turun dari alokasi anggaran tahun ini yang sebesar Rp427,5 triliun.
“Tentunya, melihat dari inflasi makro RAPBN 2023 inflasi masih berkisar 4%, tahun depan masih ada tekanan stabilitas harga pangan dan energi, juga asumsi minyak mentah 80-100 dollar per barrel. Artinya masih ada risiko tekanan daya beli bagi masyarakat menengah bawah, dan ini harusnya ini direspons dengan penambahan dari anggaran perlindungan sosial,” kata Bhima.
Di sisi lain, pengamat politik anggaran Uchok Sky Khadafi mengungkapkan, Indonesia sudah tidak bisa lagi mengandalkan pemasukan dari sektor pertambangan di tengah kondisi ketidakpastian global. Saat ini, dunia fokus pada persoalan energi dan pangan. Hal itu menjadikan penerimaan negara menjadi tidak selapang sebelumnya.
“Ini artinya APBN kita, kelihatannya, fiskalnya itu sempit. Penerimaannya sempit. Tapi belanja itu akan tinggi,” kata Uchok.
Uchok juga menyarankan agar pemerintah menghentikan pembangunan yang tidak begitu krusial. Sebaliknya, negara harus fokus pada belanja gaji pegawai dan membiayai program untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi masyarakat.
“Pembangunan yang tidak penting disetop dulu. Sekarang negara itu adalah bagaimana fokus untuk gaji pegawai sama untuk program atau proyek pertumbuhan ekonomi masyarakat, dan UMKM,” kata Uchok.
Menurut Uchok, perlindungan sosial sangat penting untuk menjaga stabilitas sosial. “Iya jadi harus ditelusuri dulu anggaran-anggaran yang tidak penting, nanti sisanya untuk subsidi energi dan gaji pegawai. Mengapa harus disubsidi? Karena rakyatnya jangan anarkis,” tutur dia. (ach/hdl)