Yogyakarta (pilar.id) – Sidang penetapan Warisan Budaya Tak Benda (WBTb) tahun 2022 berlangsung di Yogyakarta mulai 27 September hingga 01 Oktober 2022. Pada tahun ini, terdapat 718 usulan WBTb dari 34 Provinsi.
Setelah dilakukan pengkajian ulang dan didalami oleh Tim Ahli Warisan Budaya Takbenda, menghasilkan 203 yang layak untuk disidangkan, dari total tersebut, 22 WBTb diantaranya dari wilayah DIY.
Direktur Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan Kemendikbudristek RI, Yudi Wahyudin mengatakan penetapan WBTb tentunya menjadi salah satu poin penting dalam sebuah mekanisme perlindungan warisan budaya.
Yudi mengungkapkan, kegiatan penetapan WBTb telah berlangsung sejak 2013 hingga 2021. Dalam kurun waktu sembilan tahun tersebut, terdapat 11.156 WBTb yang tercatat namun yang telah ditetapkan baru 1.528 WBTb.
“Untuk wilayah Yogyakarta sendiri baru 132 yang sudah ditetapkan di level nasional, dan alhamdulillah dari sejumlah itu sudah 11 yang ditetapkan menjadi Warisan Budaya Takbenda oleh UNESCO. Tentunya hal ini patut disyukuri, tetapi di satu sisi penetapan-penetapan ini juga mendorong kita untuk konsekuen dan bertanggung jawab, sepertinya penetapan ini hanya baru satu tangga, setelah ditetapkan mau di apakan?” kata Yudi, Selasa (27/9/2022).
Yudi menambahkan, terdapat banyak manfaat yang bisa didapatkan dengan penetapan WBTb ini, diantaranya pada sektor pendidikan hingga pariwisata. Lebih lanjut, WBTb dapat menjadi rujukan pendidikan muatan lokal maupun penguatan pendidikan karakter, mendorong inspirasi pengembangan UMKM, mendorong menjadi wisata budaya atau diplomasi budaya mengingat sudah terdapat 11 WBTb yang ditetapkan oleh UNESCO.
Sementara itu, menurut Yudi, sinergi dan komitmen dalam mengawal kemajuan kebudayaan tetap bisa dilakukan, karena sejatinya kemajuan kebudayaan hanya bisa diwujudkan dengan gotong royong.
Dalam hal ini, Yogyakarta telah memberi contoh terbaik dan bisa dilakukan juga sidang penetapan di wilayah-wilayah yang lain, Yudi berharap spirit dan dukungan dari semua pihak dapat ditularkan ke wilayah lain.
“Gotong royong adalah rohnya dari kebudayaan. Nah ini, tentunya butuh kerjasama kita semua, butuh gotong royong dan sekali lagi Jogja bisa menjadi salah satu contoh kita semua, karena sudah ada regulasinya, sudah ada contoh baik, sudah ada treatment yang disajikan dalam acara-acara di rubrikasi dan ruang ekspresi, sehingga tidak ditetapkan tetapi juga diimplementasikan dan dengan upaya ini mudah-mudahan keberlanjutan tetap terjaga dan bisa terhubung dengan generasi muda saat ini,” pungkasnya. (riz/fat)