Yogyakarta (pilar.id) – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyoroti kasus kekerasan seksual di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang dinilai perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Hal ini dikemukakan oleh Ketua LPSK, Hasto Atmojo Suroyo, dalam diskusi publik secara virtual dengan tema ‘Mewujudkan Kampus Ramah Perempuan dan Anak di Yogyakarta’ pada Kamis (23/11/2023).
Menurut Hasto, kasus-kasus kekerasan terutama terhadap perempuan dan anak di DIY memerlukan perhatian lebih lanjut. Dia mengungkapkan bahwa selama tahun 2023, LPSK telah memberikan layanan perlindungan kepada 4.193 saksi dan korban tindak pidana, dengan 1.372 di antaranya terkait kekerasan, termasuk kekerasan seksual.
DIY sendiri, menurut Hasto, mencatatkan pelayanan LPSK kepada 97 orang saksi dan korban, dengan 88 di antaranya adalah korban kekerasan seksual, termasuk perempuan dan laki-laki. Meskipun DIY tergolong provinsi kecil, permintaan pelayanan LPSK di daerah ini relatif tinggi.
“Hal ini cukup serius mengingat DIY ketimbang provinsi lain termasuk kecil, tetapi permintaan pelayanan LPSK termasuk tinggi,” ujar Hasto.
Hasto mendorong para korban dan keluarganya untuk bersuara dan memberikan kesaksian dalam proses peradilan. Dengan keberanian tersebut, dia berharap kasus kekerasan seksual dapat terbongkar dan tercapai rasa keadilan bagi korban.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2) DIY, Erlina Hidayati, menyatakan bahwa selama tahun 2022, tercatat 1.282 kasus kekerasan yang dilaporkan oleh korban. Khususnya, kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus mendapat perhatian khusus, sebagian besar kasus yang dilaporkan adalah kekerasan seksual.
Pemprov DIY telah menanggung biaya pendampingan korban kekerasan seksual, termasuk pendampingan psikologi, hukum, rohani, fisum, serta berbagai layanan kesehatan yang dibutuhkan korban. Erlina menyampaikan keprihatinan bersama bahwa kekerasan seksual masih terjadi di lingkungan kampus, yang seharusnya menjadi institusi pendidikan dan mayoritas dihuni oleh orang dewasa.
“Dalam konteks budaya DIY, ini bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat DIY,” tambah Erlina. LPSK berharap kerjasama di DIY dapat ditingkatkan, terutama dengan adanya kantor perwakilan LPSK di Yogyakarta, untuk memberikan layanan perlindungan fisik dan hukum yang lebih efisien kepada saksi dan korban kekerasan. (riq/ted)