Yogyakarta (pilar.id) – Tim dari Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI telah memulai proses identifikasi peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dengan tujuan penyelesaian melalui jalur nonyudisial.
Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan Hak Asasi Manusia Kemenkopolhukam RI, Sugeng Purnomo, menyatakan bahwa setelah proses identifikasi, tim akan membuat pemetaan mengenai langkah-langkah yang bisa diambil. Namun, rincian lebih lanjut tentang bentuk tindakan tersebut masih belum dapat diungkapkan saat ini.
Tim yang dipimpin oleh Sugeng telah diberi mandat untuk melakukan pemulihan terhadap korban pelanggaran HAM berat dalam 12 peristiwa masa lalu di Indonesia. Mandat tersebut didasarkan pada Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Tim Pemantau Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Nonyudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia.
Ke-12 peristiwa tersebut melibatkan peristiwa seperti Peristiwa 1965—1966, Peristiwa Penembakan Misterius 1982—1985, Peristiwa Talangsari di Lampung 1989, Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Aceh 1989, Peristiwa Penghilang Orang Secara Paksa 1997—1998, dan Peristiwa Kerusuhan Mei 1998.
Selain itu, terdapat juga peristiwa seperti Peristiwa Trisakti dan Semanggi I—II 1998—1999, Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998—1999, Peristiwa Simpang KKA Aceh 1999, Peristiwa Wasior Papua 2001—2002, Peristiwa Wamena Papua 2003, dan Peristiwa Jambo Keupok Aceh 2003.
Sugeng menjelaskan bahwa tim Kemenkopolhukam telah bergerak untuk wilayah Aceh dan Lampung, dan mereka juga membutuhkan masukan dari masyarakat Yogyakarta terkait dengan 12 pelanggaran HAM berat yang terjadi. Sebagai langkah awal, tim melakukan audiensi dengan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X pada Jumat (17/11) untuk meminta restu dan arahan terkait upaya penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat tersebut di wilayah DIY.
Sultan HB X menekankan pentingnya menuntaskan persoalan HAM secara menyeluruh. “Pak Gubernur (DIY) menyampaikan, yang terpenting adalah setiap persoalan harus diselesaikan, tidak boleh menunda persoalan. Nanti kalau ditunda justru akan muncul persoalan-persoalan baru. Saya pikir itu hal yang sangat bijak, dan ini menjadi hal yang nanti akan kami laksanakan, khususnya di lingkup Yogyakarta,” ujar Sugeng.
Sementara itu, terkait dengan upaya pemulihan bagi korban pelanggaran HAM berat yang terjadi di DIY, Sekretaris Daerah DIY Beny Suharsono menyatakan bahwa Pemprov DIY belum memiliki formulasi konkretnya. “Kami tadi baru mendengarkan, jadi kami belum punya acara atau langkah apa pun. Baru audiensi, baru dialog awal. Kami tadi hanya menerangkan situasi masyarakat Yogyakarta yang kondusif seperti apa. Harapan juga sudah disampaikan, Ngarsa Dalem ingin semuanya diselesaikan,” ujar Beny. (mad/ted)