Jakarta (pilar.id) – Bumi manusia sedang menghadapi krisis serius akibat pemanasan global dan perubahan iklim yang semakin mengancam. Kesadaran individual saja tidak cukup, perlu adanya tindakan kolektif dalam menghadapi krisis lingkungan ini.
Hal ini disampaikan Prof. Didik J. Rachbini, Rektor Universitas Paramadina, dalam diskusi publik dengan tema ‘Ekologi Integral untuk Kita dan Pemimpin Yang Peduli Lingkungan’ yang diadakan oleh Paramadina Center for Religion and Philosophy (PCRP) pada Jumat (19/5/2023).
Budhy Munawar-Rachman, Direktur PCRP, juga menekankan pentingnya gerakan kolektif, terutama dari kelompok agama, dengan kolaborasi antar iman untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap perlunya peduli pada lingkungan.
Pemerintah juga perlu bertindak dan menuntut tanggung jawab sosial dari perusahaan-perusahaan besar yang berpotensi menyebabkan kerusakan ekologis. Budhy menyoroti adanya kepentingan yang saling terkait antara politisi dan pengusaha dalam masalah ini.
Budhy menawarkan model gerakan Laodatu Si, di mana perubahan ekologis dimulai dari individu dan bergerak menuju gerakan kolektif dalam menjaga bumi.
Menurutnya, calon pemimpin harus memahami konsep ekologi integral yang mengajarkan keterhubungan antara Tuhan, alam, dan manusia sebagai dasar spiritual dalam gerakan kolektif untuk menjaga dan merawat alam.
Aktivis lingkungan, Swary Utami Dewi, menjelaskan bahwa setiap tahun PBB mengadakan konferensi untuk mengajak negara-negara di seluruh dunia untuk menyelamatkan bumi.
Kerusakan ekologis yang terjadi disebabkan oleh tangan manusia sejak revolusi industri, di antaranya efek rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global dan alih fungsi hutan yang memperburuk kondisi.
Swary juga mengingatkan tentang dampak suhu bumi yang semakin panas, seperti perubahan iklim yang membuat musim hujan tidak teratur dan daerah Nusa Tenggara Timur (NTT) semakin kering.
Di Kalimantan Selatan, terjadi kemarau basah yang membuat petani kesulitan menentukan waktu tanam dan panen, mengancam ketahanan pangan.
Selain itu, seringnya terjadi badai hebat, kebakaran hutan, pencairan glasier dan es di kutub yang menyebabkan kenaikan permukaan laut, mengancam kota-kota pantai dan pulau-pulau, serta wabah penyakit.
Swary memberikan beberapa tips menghadapi ancaman ekologis, antara lain mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, meningkatkan penanaman pohon, mengurangi sampah dengan daur ulang, dan mengubah gaya hidup agar lebih ramah lingkungan.
Yudhi Widyantoro, seorang praktisi Yoga, menyatakan bahwa manusia perlu membangun kembali hubungan persaudaraan kosmik dengan alam yang tidak bersifat eksploitatif. Alam telah memberikan kehidupan kepada manusia, oleh karena itu, manusia tidak boleh menyebabkan penderitaan pada alam dan makhluk lain melalui gaya hidup yang merusak. (ret/hdl)