Jakarta (pilar.id) – Beberapa waktu lalu, Aksara Kawi sudah diakomodasi oleh Unicode Corsortium untuk dimasukkan kedalam bahasa pemrograman komputer Unicode 15.0. Langkah ini, dinilai membuka peluang lebih banyak aksara Nusantara untuk masuk jadi bahasa pemrograman komputer.
Sebab, ada banyak jenis aksara Nusantara yang memiliki karakter non latin. Sehingga, dinilai lebih aman digunakan sebagai bahasa pemrograman di tengah maraknya serangan siber dankebocoran data digital.
Diantara beberapa aksara Nusantara yang memiliki karakter non latin adalah, aksara Jawa, Sunda, Bali, Lontaraq, dan aksara Pegon.
Dalam teknologi keamanan siber, bahasa pemrograman memegang peranan penting. Kemampuan menguasai menjadi syarat mutlak agar keamanan siber dapat dikelola secara optimal, kata Wakil Ketua Bidang Pengembangan, Riset Terapan, Inovasi, dan Teknik Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) Isnawan dalam pernyataannya, Sabtu (22/10/2022).
Menurut Isnawan, banyak bahasa pemrogaman yang digunakan dalam mengembangkan aplikasi keamanan siber, antara lain Python, Shell Scriting, Java, C++, PHP, Javascript. Sintaks semua bahasa pemrograman tersebut menggunakan karakter Latin.
“Umumnya pelaku kejahatan siber menggunakan karakter latin untuk meretasnya, tapi coba bayangkan jika bahasa pemrograman kita menggunakan aksara Nusantara, siapa yang bisa meretasnya? Kecuali dia (pelaku kejahatan siber) pelajari dulu aksaranya,” jelas Isnawan.
Senada dengan PANDI, Dr. Bisyron Wahyudi perwakilan dari Cyber Security Independent Resilience Teams (CSIRT) mengatakan bahwa upaya menguasai teknologi keamanan siber harus dilakukan terus menerus oleh bangsa Indonesia.
Menurutnya, aksara sangat relevan digunakan menjadi bahasa pemrograman salah satunya ialah aksara pegon. Pemanfaatan aksara nusantara dalam pengembangan aplikasi maupun konfigurasi sistem vital dirasa sangat tepat untuk meningkatkan keamanan siber nasional di era digital saat ini, dengan ancaman keamanan siber yang terus meningkat.
“Penggunaan keamanan digital sangat penting ditujukan untuk pengamanan sumber daya digital, melindungi informasi dari tindakan cyber-attack yang ingin mengganggu secara logic atau fisik sebuah sistem untuk merusak kerahasiaan (confidentiality), integritas (integrity), dan ketersediaan (availability) informasi,” katanya.
Saat ini, menurutnya, aksara pegon masih digunakan di lingkungan pesantren di Indonesia. Tentu ini merupakan hal positif di mana jumlah pengguna aktif yang cukup besar dan terus dikembangkan mengikuti kemajuan teknologi informasi dan dikembangkan menjadi sebuah bahasa pemrograman.
Transformasi aksara pegon melalui proses digitalisasi diharapkan dapat memberikan dampak positif dan manfaat yang luas dalam perkembangan intelektual Islam dan kebudayaan di Nusantara.
Pemanfaatan website beraksara pegon juga dapat menjadi salah satu sarana penting untuk merekam jejak digital keilmuan ulama Nusantara dan pendidikan pesantren, sehingga lebih mudah diakses oleh masyarakat luas.
“Agar dapat digunakan secara luas digunakan dalam berbagai perangkat maupun sarana digital, maka aksara pegon perlu memenuhi standar teknologi yang berlaku secara nasional maupun internasional. Saya rasa ini momen yang sangat tepat karena saat ini kita akan menyongsong Kongres Aksara Pegon yang akan menetapkan fon dan papan ketik (keyboard) untuk diajukan agar bisa memperoleh Standar Nasional Indonesia,” pungkas Bisyron.
Saat ini, aksara pegon belum sepenuhnya memadai untuk keperluan digitalisasi. Hal itu disebabkan antara lain karena karakter aksara pegon belum seluruhnya terdaftar di Unicode dan ISO/IEC 10646:2104 Universal Character Set (UCS).
Tata letak standar aksara pegon untuk mengetik di perangkat komputer maupun ponsel belum tersedia dan belum ada standar transliterasi aksara pegon ke dalam aksara latin.
Berdasarkan hal itu, maka diselenggarakan kegiatan Kongres Aksara Pegon yang digelar dari tanggal 21 hingga 23 Oktober 2022. Melalui kegiatan tersebut diharapkan akan didapatkan masukan-masukan dan rekomendasi berharga dari para pakar dan masyarakat pengguna aksara pegon untuk mendukung pengembangan aksara pegon pada era digital. (fat)