Jakarta (pilar.id) – Sekretaris Jenderal DPP Ikatan Pedagang Pasar Tradisional (Ikappi), Reynaldi Sarijowan mengungkapkan, harga daging sapi di Jabodetabek saat ini berada di kisaran Rp140.000 sampai Rp150.000 ribu per kilogram.
Harga tersebut sangat tidak wajar jika disandingkan dengan harga eceran tertinggi (HET) daging sapi yakni Rp130.000 ribu per kilogram.
Maka dari itu, Ikappi meminta kepada pemerintah melakukan intervensi. Kalau tidak dilakukan intervensi terhadap lonjakan harga daging ini, tentu akan berdampak pada kondisi ekonomi secara keseluruhan.
Agak aneh, menurutnya, kenaikan harga daging sapi ini tidak diikuti dengan tingginya permintaan. Berdasarkan datanya, permintaan dagjng sapi di pasar tradisional masih sama alias tidak mengalami peningkatan.
“Logikanya kalau hukum ekonomi semakin tinggi harga, maka permintaannya semakin tinggi. Ini tidak. Beberapa bulan terakhir, tidak ada permintaan tinggi. Artinya ada persoalan. Ketika harga daging sudah Melonjak di atas HET, maka ada persoalan yang harus dibenahi,” kata Reynaldi, Rabu (2/3/2022).
Pemerintah harus bisa jeli melihat permasalahan yang ada terkait melonjaknya harga daging sapi. Jika terdapat permasalahan di suatu wilayah produksi daging sapi, maka pemerintah harus mengambil langkah dengan melakukan subsidi silang. Memasok daging sapi dari wilayah yang surplus.
Ia berharap, pemerintah dapat mengundang dan melibatkan seluruh pemangku kebijakan, tidak hanya produsen, asosiasi, dan pedagang saja. Hal tersebut untuk menetapkan kebijakan terkait masalah lonjakan harga pangan di Indonesia.
Masalahnya, lonjakan harga daging terjadi di tengah lonjakan bahan pokok lainnya, seperti minyak goreng, kedelai, gas nonsubsidi, hingga ayam boiler ras. Beberapa komoditas pangan pada dasarnya adalah tugas Kementerian Perdagangan yang berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian.
Kalau memang terdapat beberapa dugaan terkait permainan harga atau permainan stok, maka Kemendag dan Kementan wajib meminta Satgas Pangan untuk mencari oknum yang bermain demi keuntungan pribadi atau golongan belaka.
“Masyarakat kita ingin membeli kebutuhan pokok dengan harga terjangkau. Apapun alasannya,” tegas Reynaldi. (her/fat)