Pontianak (pilar.id) – Kalimantan Barat menempati urutan ke-30 dari seluruh provinsi di Indonesia capaian Indek Pembangunan Manusia (IPM).
Kalbar bahkan dinilai rendah dengan angka 67,90. Penilaian ini justru menimbulkan pertanyaan bagi Gubernur Kalimantan Barat. Pasalnya, dari beberapa indikator yang menunjang angka IPM tersebut justru tinggi bahkan beberapa di antaranya melebihi capaian di provinsi lain.
“Saya lihat di kabupaten kota angka-angka statistiknya menunjukkan ada yang aneh. Misalnya bicara kemiskinan dan kondisi ekonomi. Kita angka kemiskinan rendah dibanding di jawa tengah, begitu juga angka pengangguran namun IPM rendah,” ungkap Gubernur Kalbar Sutarmidji Senin (19/7/2022).
Dirinya menyampaikan hal itu saat memberi sambutan pada acara Lokakarya Penyusunan Rencana Aksi Percepatan Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Kalimantan Barat. Kegiatan ini merupakan kaloborasi antara Pemerintah Provinsi Kalbar bersama USAID pada program Tata Kelola Pemerintah yang Efektif, Efesian dan Kuat (ERAT).
Gubernur Kalbar menyebutkan, IPM Kalbar rendah bukan lantaran capaian indikator penunjang tersebut rendah, namun ia memprediksi adanya integrasi data yang tidak sesuai.
Dimisalkannya terkait dengan pertumbuhan ekonomi di Kalbar paling tinggi bila dibandingkan dengan pulau kalimantan lainnya. Begitu juga dengan tampilan ekonomi yang menempati urutan kedua setelah Kaltim.
Namun, mantan Walikota Pontianak dua periode itu mempertanyakan kenapa IPM Kalbar justru rendah bahkan menempati urutan terbawah.
Menurutnya, hal ini terjadi lantaran adanya kesalahan dalam penginputan data sehingga menyebabkan kebijakan yang dibuat tidak tepat sassarn.
Ia mencontohkan terkait dengan penanganan ekonomi masyarakat ketika Covid-19 lalu. Banyak masyarakat yang masuk kategori miskin melakukan protes lantaran tidak mendapat bantuan. Sementara, masyarakat yang masuk kelas menengah atas justru teridentifikasi dan mendapatkan bantuan tersebut.
“Yang ekonomi bagus, istri kepala desa, perangkat desa. Ini tidak benar. Sama juga dengan IPM. Padahal angka harapan hidup kita di atas IPM,” terangnya.
Hal ini mesti ditanggulangi. Keterlibatan para pihak harus bersinergi untuk melakukan perbaikan dan peningkatan IPM di Kalbar. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah konsolidasi data.
Dengan data yang akurat, penilaian yang tepat maka hal tersebut akan memberi dampak terhadap komponen data yang menunjang variable dan indikator pendongkrak IPM tersebut. Dari indikator tersebut, maka para pihak dapat mengetahui secara spesifik persoalan-persoalan yang ada dan membuat peta jalan untuk memperbaiki kondisi tersebut.
Selain mengkonsolidasikan data, menurut dia, metode penilaian pada pengukuran IPM ini juga mesti dievaluasi. Dimisalkannya lagi terkait dengan perhitungan angka kemiskinan desa dari status desa. Di mana, perhitungan berdasarkan jumlah desa yang telah berstatus mandiri.
“Saya ingin kunci angka kemiskinan dari status desa. Karena yang menilai desa bukan kita, tapi kementrian. Jadi semakin banyak desa yang berstatus mandiri maka semakin tinggi capainnya,” tegasnya.
Diakui Bang Midji, perhitungan yang benar semestinya berdasarkan persentase capaian bukan mengacu pada jumlah desa. Sebab, apabila dengan penilain itu maka akan terjadi gap antara wilayah yang memiliki desa sedikit, dan lebih banyak.
“Jadi, semakin banyak desa dan jumlah desa yang telah mandiri. Maka semakin tinggi capaiannya. Itu tidak betu cara berhitungnya. Seharusnya berdasarkan persentase. Itu cara ulasan yang harus Bappeda ulangi. Jangan asal terima saja,” paparnya.
Bukan cuma itu, ia juga menegaskan para pihak harus menyusun peta jalan untuk menanggulangi hal ini harus sesuai kondisi yang ada. Karena apabila dalam penyusunan protap salah, program dan kegiatan yang dilakukan salah, begitu juga dengan eksekusinya maka tidak akan berdampak apa-apa terhadap target yang ingin dicapai.
Sayangnya, hal ini juga terkendala karena para OPD yang dinilainya tidak suka membaca data, apalagi untuk memahami data yang ada. Ia menegaskan banyak OPD yang tidak jeli menganalisis data, dan mampu membuat data menjadi rasional. Padahal, hal-hal ini yang semestinya menjadi perhatian para pihak.
“Itu yang saya harapkan. Ini tantangan kita sebagai Kepala OPD bagaimaa mengerakkan program dan menselaraskan ke Pemkab. Saya yakin kita bisa. Tidak sulit, sangat-sangat mudah. Hanya program dan kegiatan kita belum terarah dan juga soal pelaporan,” ucapnya.
Dalam kegiatan tersebut, turut dihadiri Seketaris Daerah Provinsi Kalbar dr. Harisson M.Kes, Kepala Perangkat Daerah di Lingkungan Pemerintah Provinsi Kalbar, Perwakolan USAID dan perwakilan BPS. (din)