Jakarta (pilar.id) – Partai Demokrat memberikan tanggapan terhadap permintaan Denny Indrayana kepada pimpinan DPR untuk melakukan pemakzulan terhadap Presiden Joko Widodo, dengan beberapa alasan yang disampaikan.
Salah satu alasan yang dikemukakan adalah pembiaran Jokowi terhadap Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko dalam upaya mengambil alih kendali Partai Demokrat.
Syarief Hasan, Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat, menyatakan bahwa pihaknya akan mengamati perkembangan lebih lanjut dan mempertimbangkan apakah permintaan Denny kepada DPR akan diperhatikan atau tidak.
Sebagai Wakil Ketua MPR RI, Syarief Hasan tidak menjelaskan secara tegas sikap Partai Demokrat terkait permintaan Denny kepada pimpinan DPR. Ia hanya menyebut bahwa ada banyak cara untuk menegakkan kebenaran ketika ditanya apakah Fraksi Demokrat akan mempertimbangkan persetujuan terhadap usulan Denny.
Seperti yang diketahui, Denny Indrayana kembali menarik perhatian publik. Kali ini, ia mengirimkan surat terbuka kepada pimpinan DPR RI, yang berisi permintaan untuk memulai proses impeachmet atau pemecatan terhadap Presiden Jokowi.
Surat terbuka tersebut diunggah oleh Denny Indrayana melalui akun Twitter-nya pada Rabu (7/6/2023) pagi, di mana ia meminta kepada pimpinan DPR RI agar memulai proses impeachment terhadap Presiden Jokowi.
Dalam surat terbuka tersebut, Denny Indrayana menyampaikan tiga dugaan pelanggaran konstitusi yang dilakukan oleh Jokowi.
“Sebagai bukti awal, saya mencantumkan kesaksian seorang tokoh bangsa yang pernah menjadi Wakil Presiden, bahwa Presiden Jokowi sejak awal telah merancang adanya hanya dua calon presiden dalam Pilpres 2024, tanpa Anies Baswedan. Tentu, kesaksian ini perlu divalidasi untuk memastikan kebenarannya,” tulis Denny Indrayana dalam cuitannya.
Denny juga mengungkapkan bahwa tokoh bangsa yang merupakan mantan Wakil Presiden tersebut mendapatkan informasi bahwa Anies akan dihadapkan pada kasus korupsi agar gagal maju dalam Pilpres 2024.
Oleh karena itu, Denny menyarankan agar DPR melakukan investigasi melalui hak angket yang dijamin oleh UUD 45. Ia mengatakan bahwa hak angket harus dilakukan untuk menyelidiki dugaan pengaruh kekuasaan Presiden Jokowi yang menggunakan KPK, Kejaksaan Agung, dan Polri untuk “menghalangi” Anies dalam Pemilu 2024.
Lebih lanjut, Denny menulis bahwa dugaan pelanggaran kedua yang dilakukan oleh Jokowi adalah pembiaran Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko dalam mengganggu kedaulatan Partai Demokrat.
Ia menduga bahwa upaya boikot terhadap partai yang dipimpin oleh putra SBY tersebut akan berujung pada penjegalannya sebagai calon presiden pada tahun 2024.
“Tidak mungkin Presiden Jokowi tidak mengetahui bahwa Moeldoko sedang melakukan gangguan terhadap Partai Demokrat, termasuk melalui Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung. Jika kita asumsikan bahwa Presiden Jokowi tidak setuju dengan langkah-langkah yang diambil oleh KSP Moeldoko, maka Presiden terbukti membiarkan pelanggaran terhadap undang-undang partai politik yang menjamin kedaulatan setiap partai,” ujar Denny dalam surat terbukanya.
Denny juga menyebutkan dugaan pelanggaran ketiga yang dilakukan oleh Jokowi adalah penggunaan kekuasaan dan sistem hukum untuk menekan partai politik dalam menentukan arah koalisi pasangan calon presiden dan calon wakil presiden. Menurut Denny, indikasi pelanggaran tersebut sudah terlihat dari perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK melalui putusan Mahkamah Konstitusi. (hdl)