Surabaya (pilar.id) – Melihat minat anak muda dalam berpolitik lemah, membuat salah satu mahasiswa Universitas Airlangga, Devira Hannum Harahap, jurusan Ilmu Politik FISIP Universitas Airlangga ini membuat sebuah inovasi.
Inovasi tersebut membuat Devira, sapaan akrabnya ini, berhasil menyabet juara II Lomba Esai Nasional dalam ajang Semarak Festival Keilmiahan 2022 yang diselenggarakan Sarasati Community FIB Universitas Negeri Sebelas Maret pada Sabtu (5/11/2022).
Dalam kompetisi yang mengusung tema ‘Kreativitas Gen-Z dalam Menyongsong Generasi Emas 2045’ itu, Devira mencetuskan suatu gagasan berjudul Pemberian Mata Ajar ‘Politik Muda’ di Sekolah Menengah Atas (SMA) sebagai Upaya Pendidikan Politik Membentuk Generasi Emas 2045 Sadar Politik.
“Politik Muda merupakan suatu gagasan tentang pendidikan politik yang dijalankan melalui institusi pendidikan formal terutama sekolah menengah atas,” terang Devira.
Dalam membuat gagasan tersebut, Devira menyampaikan bila gagasan itu ada lantaran rasa prihatin terhadap kondisi politik di Indonesia khususnya di mata anak muda, yang tidak sedikit memandang skeptis politik, sebab banyaknya problematika di dalamnya.
“Saya menggagas inovasi ini, karena melihat realita bahwa banyak anak muda yang skeptis terhadap politik. Jadi saya mencoba membuat desain model sistem pembelajaran politik, dalam bentuk esai ini,” ujarnya.
Lebih lanjut, Devira menjelaskan, bahwa anak-anak usia sekolah menengah atas sangat potensial sebagai pihak-pihak pemula yang dapat berkontribusi dalam bidang politik. Terlebih usia SMA baginya, adalah usia seseorang menjadi pemilih pemula, sehingga edukasi politik penting dilakukan.
“Tujuannya adalah untuk memberikan pendidikan politik kepada generasi penerus, khususnya anak SMA, di mana siswa SMA sudah akan menjadi pemilih pemula,” terang Devira.
Dalam menggagas suatu inovasi berlatar belakang politik, bukanlah hal baru bagi Devira. Pasalnya, gagasan yang ia ciptakan itu relevan dengan studi yang dia tekuni saat ini, yaitu Ilmu Politik. Namun demikian, bukan berarti ia tak menemui tantangan dalam pengerjaan lomba tersebut.
“Untuk tantangannya, saat mengonsep ide. Meskipun temanya politik, tetapi gagasan ini berbentuk mata pelajaran, jadi harus belajar bagaimana mendesain model sistem pembelajaran dan harus lebih banyak mempelajari dan membaca jurnal-jurnal pendidikan,” terang Devira.
Selain itu, saat presentasi lomba, ia bercerita jika jadwalnya bertabrakan dengan final lomba offline di kampus, jadi dirinya mengaku harus memecah fokus untuk dua perlombaan dalam sehari.
Adanya inovasi yang ia buat, Devira berharap agar tidak cepat puas atas pencapaian dan dapat terus berinovasi dengan menciptakan gagasan-gagasan lebih baru ke depan.
“Harapannya, semoga bisa terus berproses, berinovasi melalui gagasan dan tidak mudah puas terhadap pencapaian sejauh ini,” tutupnya. (jel/hdl)