Jakarta (pilar.id) – Pemerintah memberikan restu kepada maskapai penerbangan untuk menaikkan harga tiket pesawat. Izin tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 142 Tahun 2022 tentang Besaran Biaya Tambahan atau (Surcharge) yang disebabkan adanya Fluktuasi Bahan Bakar (Fuel Surcharge) Tarif Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal dalam Negeri.
Aturan yang berlaku mulai 4 Agustus 2022 itu memberikan ruang kenaikan harga tiket pesawat maksimal 15 persen dari tarif batas atas (TBA) untuk pesawat jenis jet dan maksimal 25% dari TBA untuk pesawat jenis propeller atau baling-baling. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akan mengevaluasi penerapan besaran biaya tambahan (surcharge) oleh maskapai setiap tiga bulan.
Kemenhub mengambil keputusan tersebut karena adanya kenaikan harga avtur atau bahan bakar pesawat. Aturan ini akan menjadi pedoman bagi maskapai dalam menerapkan tarif kepada penumpang.
Di sisi lain, Kemenhub juga mengimbau kepada seluruh badan usaha angkutan udara atau maskapai yang melayani rute penerbangan berjadwal dalam negeri, untuk dapat menerapkan tarif penumpang yang lebih terjangkau oleh pengguna jasa penerbangan.
Menanggapi hal tersebut, Anggota DPR RI Komisi V Suryadi Jaya Purnama berpandangan, Kemenhub belum serius dalam memperbaiki sektor transportasi yang baru saja bangkit setelah terkena dampak pandemi. Kemenhub mengharapkan maskapai untuk menerapkan tarif yang terjangkau oleh pengguna jasa penerbangan, tetapi di sisi lain juga menerbitkan ketentuan yang memperbolehkan maskapai untuk menaikkan harga tiket.
“Kami mengingatkan bahwa BPS mencatat inflasi bulan Mei disumbang salah satunya dari tarif angkutan udara. Secara umum, sektor transportasi menyumbang 0,08% terhadap inflasi, kedua tertinggi setelah sektor makanan, minuman dan tembakau,” papar Suryadi, di Jakarta, Selasa (10/8/2022).
Dalam menghadapi kenaikan harga avtur yang terjadi saat ini, menurut Suryadi, pemerintah perlu memperhatikan sektor transportasi udara yang di dalamnya terdapat tiga pihak yang sama-sama berkepentingan. Ketiga pihak tersebut, yaitu penumpang sebagai pengguna jasa transportasi memiliki kepentingan atas harga tiket yang murah, maskapai sebagai penyedia jasa transportasi memiliki kepentingan untuk mendapatkan keuntungan dari jasanya, dan pemerintah sendiri sebagai regulator juga memiliki kepentingan atas adanya penerimaan pajak dan lain lain.
“Jika memang laju kenaikan harga avtur tidak bisa terhindarkan maka seharusnya pemerintah yang mengalah dengan mengurangi target penerimaannya dari pajak-pajak yang terkait dengan sektor transportasi udara,” kata Suryadi.
Selain itu, lanjut dia, pemerintah juga seharusnya bisa menghadirkan suasana persaingan usaha yang ketat namun sehat di sektor transportasi udara. Dengan demikian, harga tiket dapat bersaing secara optimal namun tidak mengabaikan keselamatan penumpang.
“Jika pemerintah dapat menerapkan usulan tadi, maka diharapkan maskapai dapat tetap menerapkan tarif penumpang yang terjangkau, sehingga konektivitas antar wilayah di Indonesia tetap terjaga,” sambung Suryadi.
Usulan ini, imbuh Suryadi, diharapkan dapat mendorong mobilitas masyarakat untuk melakukan perjalanan melalui transportasi udara yang tentunya dapat berdampak pada meningkatnya aktivitas ekonomi nasional. Sebab, dengan terkendalinya harga tiket pesawat pada akhirnya juga dapat membantu menekan inflasi yang salah satunya disumbangkan dari sektor transportasi. (Akh/din)