Surabaya (pilar.id) – Setiap tanggal 22 Mei diperingati sebagai Hari Preeklamsia Sedunia guna meningkatkan kesadaran tentang preeklamsia dan tanda-tanda bahayanya yang mengancam jiwa.
Preeklamsia adalah komplikasi kehamilan berbahaya yang ditandai dengan tekanan darah tinggi pada ibu hamil. Kondisi ini biasanya terjadi setelah usia kehamilan mencapai 20 minggu.
Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, mengimbau setiap ibu hamil untuk waspada dan menjaga kesehatan tubuh guna mencegah terjadinya preeklamsia dan komplikasi lainnya dengan melakukan pemeriksaan secara rutin. Ia menekankan pentingnya pemeriksaan dan skrining terutama bagi ibu hamil yang berisiko tinggi.
“Ibu hamil harus rajin dan rutin melakukan pemeriksaan kehamilan secara berkala di bidan atau puskesmas terdekat. Dengan pemeriksaan rutin, potensi bahaya preeklamsia dapat dihindari,” ujar Gubernur Khofifah di Gedung Negara Grahadi dalam peringatan Hari Preeklamsia Sedunia hari ini, Senin (22/5/2023).
Gubernur Khofifah juga mengajak ibu hamil untuk melakukan deteksi dini kehamilan di pusat layanan kesehatan setempat guna mengetahui potensi terjadinya preeklamsia. Dengan demikian, langkah tindakan dapat segera dilakukan ketika tenaga kesehatan mendeteksi adanya potensi preeklamsia.
Selain itu, Gubernur Khofifah menyebut bahwa masalah kematian ibu masih menjadi perhatian di beberapa daerah di Jawa Timur. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya peningkatan mutu layanan kesehatan, kolaborasi antara puskesmas, rumah sakit, dinas kesehatan, perawat, dan dokter kandungan dalam penanganan angka kematian ibu.
“Kemudahan akses layanan kesehatan ini harus ditingkatkan. Kolaborasi yang intensif antara rumah sakit, puskesmas, ibu hamil, dokter kandungan, dan perawat harus didukung. Rujukan bagi ibu hamil harus lebih mudah dan responsif, serta memberikan pelayanan yang lebih baik agar ibu dapat tertolong,” jelasnya.
Sementara itu, upaya Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) telah membuahkan hasil yang menggembirakan. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Jawa Timur, jumlah kematian ibu di Jawa Timur pada tahun 2022 mencapai 499 kasus. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan tahun 2021 yang mencapai 1.279 kasus.
Dengan jumlah kematian ibu sebanyak 499 kasus di tahun 2022, Pemerintah Provinsi Jawa Timur berhasil mencatatkan jumlah kematian ibu terendah dalam 7 tahun terakhir. Pada tahun 2016, jumlah kematian ibu di Jawa Timur mencapai 534 kasus, kemudian turun menjadi 529 kasus pada tahun 2017, 522 kasus pada tahun 2018, dan 520 kasus pada tahun 2019. Pada tahun 2020, jumlah kematian ibu tercatat sebanyak 565 kasus, sementara pada tahun 2021 mencapai 1.279 kasus.
“Gubernur Khofifah menegaskan bahwa semua upaya yang dapat meningkatkan kualitas layanan kesehatan bagi ibu hamil akan diprioritaskan. Karena preeklamsia adalah masalah yang harus segera ditangani,” tambahnya.
Selain itu, Gubernur Khofifah juga menekankan bahwa pencegahan dan penanganan preeklamsia sangat bergantung pada kondisi layanan kesehatan. Oleh karena itu, ia mendorong semua unit pelayanan kesehatan untuk menjadi garda terdepan dalam meningkatkan kesadaran masyarakat tentang preeklamsia.
“Seluruh pihak, mulai dari Pemerintah Provinsi hingga tenaga kesehatan dan para penyuluh, harus meningkatkan kesadaran masyarakat tentang preeklamsia,” tegasnya.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Dr. Erwin Astha Triyono, dr., Sp.PD., KPTI., juga berkomitmen untuk terus melakukan langkah-langkah percepatan dalam menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Jawa Timur.
“Kami bersama seluruh jajaran Dinas Kesehatan kabupaten/kota telah melakukan berbagai upaya percepatan dalam menurunkan AKI/AKB, antara lain dengan meningkatkan kunjungan pemeriksaan kehamilan dari 4 kali menjadi 6 kali. Pada trimester 1 dan 3, dokter berperan aktif dalam pemeriksaan kehamilan dengan pemeriksaan USG terbatas, serta melakukan skrining preeklamsia pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu,” terang Dr. Erwin.
Selain itu, langkah lain yang dilakukan adalah meningkatkan persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan, kunjungan neonatus, sistem rujukan, serta pendampingan ke rumah sakit daerah kabupaten/kota yang menjadi fokus penurunan AKI/AKB, seperti RSUD dr. Sutomo dan RSUD dr. Saiful Anwar.
“Pemberdayaan masyarakat juga sangat penting, oleh karena itu kami melakukan penggerakkan dan pemberdayaan masyarakat dalam mendukung program kesehatan ibu dan anak, seperti gerakan ibu hamil sehat, kelas ibu hamil, kelas ibu balita, posyandu, pemanfaatan buku KIA, program perencanaan persalinan, dan pencegahan komplikasi (P4K). Semua ini didukung oleh TP PKK dan organisasi kemasyarakatan,” jelas Dr. Erwin.
Dengan langkah-langkah yang dilakukan secara kolaboratif antara pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat, diharapkan angka kematian ibu dapat terus ditekan dan kesadaran tentang preeklamsia dapat meningkat di Jawa Timur. (ret/hdl)