Jakarta (pilar.id) – Wakil Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Afifuddin Muhajir menjelaskan, tidak sembarang hewan ternak dapat dijadikan untuk berkurban pada hari raya Idul Adha. Menurutnya, karena berbeda dengan sedekah biasa, maka ada beberapa syarat tertentu yang harus dipenuhi hewan kurban.
“Termasuk persoalan umur,” ujar KH Muhajir, di Jakarta, Jumat (10/6/2022).
Salah satu Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat ini menjelaskan, untuk kambing yang bisa dijadikan kurban minimal berusia 2 tahun. Sedangkan untuk domba, minimal berusia 1 tahun, dan untuk sapi minimal berusia 2 tahun.
“Kalau itu unta minimal berusia 5 tahun dan memasuki tahun ke-6, itu kalau dalam soal usia,” terang KH Muhajir.
Kriteria berikutnya hewan yang bisa dijadikan untuk kurban adalah tidak catat. Dijelaskan KH Muhajir, berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW ada 4 jenis cacat yang menghalangi hewan ternak dapat dijadikan kurban.
Keempat cacat tersebut, pertama hewan yang matanya buta. Kedua hewan yang sakit, ketiga kakinya pincang, dan terakhir sangat kurus sampai-sampai tidak punya sumsum tulang.
Dengan demikian, lanjut KH Muhajir, cacat yang menyebabkan berkurangnya salah satu bagian hewan kurban dapat dinyatakan tidak layak untuk dijadikan hewan kurban.
Lalu, bagaimana dengan hewan yang terjangkit penyakit mulut dan kuku (PMK)?
Setelah bertanya dengan pakar kesehatan hewan, terdapat dua gejala PMK, yaitu ringan dan berat. Gejala ringan terjadi lesi pada lidah, hingga berkurangnya berat badan 2Kg per hari.
“Kalau gejalanya berat, bukan hanya penurunan berat badan, tapi pelepuhan yang jika dipecah akan meninggalkan luka,” jelas KH Muhajir.
Setelah melihat gejala-gejala tersebut, PBNU menyimpulkan PMK merupakan aib yang bisa menyebabkan hewan tersebut tidak memenuhi syarat untuk dijadikan kurban. “Kita dapat menyimpulkan bahwa hewan yang terjangkit PMK tidak memenuhi syarat untuk dijadikan kurban,” terang KH Muhajir. (Ach/din)