Jakarta (pilar.id) – Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) mengingatkan media, dalam konteks pemberitaan kasus anak, harus tetap mengedepankan etika, sebuah penilaian dan pertimbangan rasional yang dapat dibenarkan secara moral.
Imbauan itu merupakan satu dari lima seruan yang dikeluarkan IJTI terkait dengan pemberitaan kasus anak.
Seruan lain yang disampaikan IJTI yakni Jurnalis profesional sudah berikrar memegang komitmen menjalankan kode etik dalam kerja profesinya. Kemudian jurnalis harus istiqomah melindungi masa depan anak yang masih panjang.
Jangan sampai, karya jurnalistik yang dibuat menyisakan dampak negatif, bukan saja berupa trauma, tapi juga bagaimana lingkungan akan menilai anak ini di masa depan, dan dampak-dampak negatif lainnya.
Lalu jurnalis profesional atas kesadaran sendiri bertanggung jawab secara moral atas apa yang mereka lakukan dalam memproduksi karya jurnalistik. Bukan semata melihat persoalan dilarang atau tidak dilarang; sesuai ketentuan atau tidak sesuai ketentuan.
Terakhir jurnalis harus memilah, mana yang dibutuhkan publik dan yang diinginkan publik. Karena tidak setiap yang diinginkan publik merupakan kebutuhan publik.
Ketua Umum IJTI Herik Kurniawan mengatakan bahwa kerja jurnalistik bukan hanya menyampaikan informasi semata, tapi juga memperhitungkan dampak yang ditimbulkan setelah pemberitaan. Karena tujuan utama dari jurnalisme adalah untuk kebaikan masyarakat.
“Belakangan ini perhatian publik tengah tersita ke kasus kekerasan yang melibatkan seorang anak yang masih di bawah umur. Kasus yang sangat memilukan ini telah menjadi konsumsi dan sorotan media,” kata Herik Kurniawan dalam siaran persnya kemarin.
“Media pers dan para jurnalis memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mengungkap kasus secara transparan, akurat, dengan tetap mempertimbangkan dampaknya terhadap pelaku maupun korban yang masih dalam kategori anak di bawah umur,” pungkas Herik Kurniawan. (din)