Jakarta (pilar.id) – Indonesia, sebagai produsen kelapa sawit terbesar di dunia, terus memperkuat posisinya dalam pasar global dengan total produksi melebihi 56 juta ton dan ekspor mencapai 26,33 juta ton. Komoditas ini menjadi penopang penting bagi perekonomian nasional.
Pada tahun 2023, ekspor kelapa sawit dan produk turunannya mencapai USD28,45 miliar atau 11,6 persen dari total ekspor non-migas, serta memberikan lapangan kerja bagi lebih dari 16,2 juta orang, termasuk petani kecil.
Dalam upaya meningkatkan nilai tambah industri kelapa sawit, Pemerintah terus mengembangkan industri hilir kelapa sawit agar tidak hanya bergantung pada bahan mentah. Mandatori Biodiesel, yang telah mencapai B35 dan diujicobakan untuk B40, menjadi salah satu upaya yang ditekankan.
Pada 2023, penyerapan biodiesel domestik mencapai 12,2 juta kiloliter, memengaruhi konsumsi CPO di dalam negeri.
“Mandatori Biodiesel menjadi langkah penting dalam upaya menciptakan nilai tambah bagi kelapa sawit kita,” ungkap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, dalam Rapat Koordinasi Nasional Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan, Kamis (28/03).
Pemerintah telah menetapkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAN KSB) Tahun 2019 – 2024. Inpres ini melibatkan 14 Kementerian/Lembaga, 26 Pemerintah Provinsi, dan 217 Pemerintah Kabupaten sebagai pelaksana program RAN KSB.
RAN KSB terdiri dari 5 komponen, 28 program, 92 kegiatan, dan 118 keluaran. Komponen-komponen ini mencakup penguatan data, koordinasi, infrastruktur, peningkatan kapasitas petani, pengelolaan lingkungan, dan dukungan sertifikasi ISPO. Sebanyak 883 perusahaan dan 52 koperasi/kelompok petani telah disertifikasi ISPO setelah terbitnya Inpres RAN KSB.
Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) juga menjadi fokus utama dalam RAN KSB. Pemerintah mempercepat program PSR dengan penyederhanaan proses pengajuan. Hingga Maret 2024, program PSR telah menjangkau luas lahan 331.007 Ha dengan dana sebesar Rp9,25 triliun.
Menko Airlangga mendorong dukungan dari Pemerintah Daerah dalam implementasi RAN KSB melalui penyusunan Rencana Aksi Daerah Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAD KSB). Saat ini, 9 provinsi telah memiliki RAD KSB, seperti Sumatera Utara, Riau, dan Jambi.
Rapat Koordinasi Terbatas sebelumnya membahas peningkatan alokasi dana PSR, perubahan syarat awal pengajuan program PSR, serta penyelesaian konflik sawit di kawasan hutan. “Langkah-langkah ini sejalan dengan mandat Undang-Undang Cipta Kerja,” tambah Menko Airlangga.
Kegiatan ini dihadiri oleh berbagai pihak terkait, seperti Badan Informasi Geospasial, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit, serta perwakilan Pemerintah Daerah. (ret/hdl)