Jakarta (pilar.id) – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengecam keras kasus dugaan pemerkosaan anak berusia 15 tahun yang dilaporkan terjadi di Sulawesi Tengah.
KemenPPPA menuntut aparat penegak hukum untuk menyelidiki kasus ini secara menyeluruh, sambil memastikan pemerintah daerah yang bertanggung jawab atas perlindungan anak memberikan pendampingan yang sesuai dengan kebutuhan korban.
Nahar, Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, menegaskan, “Kami dari jajaran KemenPPPA mengecam keras kasus pemerkosaan anak berusia 15 tahun yang diduga dilakukan oleh 11 orang dewasa di Sulawesi Tengah”.
Ia menambahkan, KemenPPPA juga mendorong aparat penegak hukum setempat untuk mengusut kasus hingga tuntas agar para pelaku dapat dihukum sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
“Dengan memberikan hukuman bagi para pelaku, negara membuktikan komitmen untuk memutus mata rantai kekerasan seksual dan memberikan efek jera bagi pelaku,” tegasnya.
Nahar juga mendorong aparat penegak hukum dan pemerintah daerah yang bertanggung jawab atas perlindungan anak dan perempuan untuk mempertimbangkan perspektif korban dalam penanganan kasus ini serta memberikan pendampingan yang diperlukan. Hal ini penting agar korban tidak mengalami kekerasan atau trauma berulang.
KemenPPPA telah berkoordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi Sulawesi Tengah melalui Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Sulawesi Tengah untuk memastikan bahwa korban mendapatkan perlindungan, pendampingan hukum, dan penanganan kesehatan sesuai kebutuhan.
Berdasarkan hasil koordinasi dengan UPTD PPA Sulawesi Tengah, diketahui bahwa korban telah menjalani pemeriksaan kesehatan untuk mengetahui kondisinya setelah mengalami kekerasan seksual.
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa korban mengalami gangguan reproduksi dan memerlukan penanganan medis lanjutan. Namun, pemeriksaan psikologis belum dapat dilakukan karena korban masih dalam perawatan intensif di rumah sakit.
Nahar menjelaskan, KemenPPPA melalui Tim Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) akan terus berkoordinasi dengan UPTD PPA Provinsi Sulawesi Tengah untuk mendampingi dan memulihkan kesehatan korban, baik secara fisik maupun psikologis.
“Kami juga akan terus mengawal proses hukum kasus ini agar korban benar-benar mendapatkan keadilan dan dapat melanjutkan kehidupannya tanpa rasa takut,” imbuhnya.
UPTD PPA Provinsi Sulawesi Tengah bekerja sama dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Parigi Moutong telah berkoordinasi dalam mengawal proses hukum yang saat ini ditangani oleh Polres Parigi Moutong.
Saat ini, Polres Parigi Moutong telah menetapkan 10 tersangka dari 11 orang yang diduga terlibat dalam kasus pemerkosaan tersebut, dan 5 di antaranya telah ditahan.
Pelaku dalam kasus ini dapat dikenai hukuman mati, penjara seumur hidup, atau penjara dengan maksimal 20 tahun sesuai hukum yang berlaku.
Selain hukuman pidana, para pelaku juga dapat dikenai hukuman tambahan, seperti pengumuman identitas, kebiri kimia, atau pemasangan alat pendeteksi elektronik. Hal ini dipertimbangkan karena pemerkosaan dilakukan oleh lebih dari satu orang dan menyebabkan korban mengalami gangguan fungsi reproduksi.
Selain itu, pelaku juga merupakan guru dan kepala desa yang seharusnya melindungi anak-anak. Jika perbuatan pelaku memenuhi unsur pasal 76 D UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, maka pelaku dapat dihukum sesuai dengan pasal 81 UU No. 17 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
Berdasarkan Pasal 30 UU No 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, korban kekerasan seksual berhak mendapatkan restitusi dan layanan pemulihan.
Restitusi yang dimaksud mencakup ganti rugi akibat penderitaan yang langsung terkait dengan kekerasan seksual, biaya perawatan medis dan/atau psikologis, serta ganti rugi atas kerugian lain yang diderita korban akibat kekerasan seksual.
Nahar juga mengajak siapa pun yang mengetahui, melihat, mendengar, atau mengalami kekerasan untuk melaporkan kasusnya melalui call center Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 atau melalui WhatsApp di nomor 08111 129 129. (ret/hdl)