Jakarta (pilar.id) – Kasus pemerkosaan dan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan kembali terjadi. Kali ini, pelaku pemerkosaan adalah kepala madrasah di Tana Toraja, Sulawesi Selatan.
Kepala Madrasah berinisal MS, 42 tahun tersebut, tega memperkosa salah satu muridnya sendiri yang masih berusia 15 tahun.
Menanggapi kejadian pemerkosaan tersebut, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mendorong pemberatan hukuman untuk pelaku yang merupakan kepala madrasah dengan hukuman 20 tahun penjara.
KemenPPPA mendorong agar pelaku pemerkosaan anak di bawa umur tersebut dikenai pemberatan hukuman pidana penjara 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana pokok.
“Karena pelakunya adalah seorang pendidik, sesuai Pasal 81 Ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pelakunya dapat dikenai sanksi pidana 20 tahun penjara,” kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA Nahar, di Jakarta, Selasa (14/2/2023).
Nahar menyesalkan kasus pemerkosaan yang dilakukan MS. Menurutnya, seorang pendidik seharusnya memberikan bimbingan dan perlindungan kepada anak muridnya. Karena itu, jika peran tersebut disalahgunakan, maka sudah sepatutnya pendidik diberikan hukuman yang seberat-beratnya.
“Kami menyayangkan terjadinya kasus pemerkosaan yang dilakukan Kepala Madrasah di Tana Toraja kepada korban anak yang berstatus sebagai murid di madrasah tersebut,” katanya.
Saat ini, lanjut Nahar, Kementerian PPPA melalui Tim Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 pada Layanan Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (AMPK) tengah berkoordinasi dengan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dan aparat penegak hukum (APH) setempat.
Koordinasi tersebut untuk memastikan proses hukum berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga korban dan keluarganya mendapatkan keadilan.
Nahar menyampaikan, berdasarkan hasil koordinasi dengan P2TP2A Kabupaten Tana Toraja, korban telah mendapatkan pendampingan.
Selain itu P2TP2A Kabupaten Tana Toraja juga melakukan pendampingan ke Unit PPA Polres Tana Toraja dalam pemrosesan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan pelaksanaan visum serta pendampingan untuk memastikan kondisi kejiwaan korban.
Berdasarkan koordinasi yang dilakukan Tim SAPA 129, kasus tersebut terungkap pasca ayah korban mencari keberadaan anaknya yang belum pulang dari sekolah. Salah satu saksi yang sempat diberi tahu oleh pelaku, kemudian ia menunjukkan keberadaan korban yang berada di dalam ruang kantor sekolah.
Keesokan harinya, korban menceritakan tindak pemerkosaan yang dialaminya dan ayah korban melaporkan kasus tersebut ke Polsek setempat.
“Kami juga mengapresiasi peran orang tua korban yang sudah berani melaporkan kasus sehingga pelaku dapat diproses secara hukum dan kejadian tersebut tidak akan terulang,” kata Nahar.
Ia mendorong kepada orang tua untuk dapat melakukan pengawasan terhadap situasi lingkungan pendidikan tempat anak bersekolah. Selain itu, orang tua juga diharapkan dapat menjalin komunikasi yang baik dengan anak, agar bisa membuka diri dan berani bercerita apabila mengalami kejadian tidak menyenangkan.
Nahar menambahkan, agar masyarakat yang mengalami atau mengetahui segala bentuk kasus kekerasan segera melapor ke pihak berwajib atau melalui SAPA 129 KemenPPPA pada hotline 129 atau WhatsApp 08111-129-129. Dengan berani melapor, maka akan dapat mencegah terulangnya kasus sejenis terjadi kembali. (ach/fat)