Jakarta (www.pilar.id) – Sebagai mahasiswa tingkat dua, Dini mengaku mulai gampang bingung. Pertama, di kampus ini, ia kembali bertemu dengan cinta pertamanya jaman SMP. Kedua, ia kesulitan dalam menemukan menu makanan favorit. Dulu, ia bisa beli di kedai dekat rumah. Gara-gara Covid-19, ibu penjualnya sudah tidak mau balik ke Jakarta.
Ketiga, ia mulai mengaku sulit menerima pelajaran di kampus. Selama kuliah daring ia sudah serius menyimak. Object yang berpotensi mengganggu konsentrasi disingkirkan. Di meja hanya ada laptop, teh madu bikinan ibu, dan beberapa lembar kertas untuk mencatat penjelasan dosen.
Nah, kata Dini, kita fokus di poin tiga. Poin satu super nggak penting. Poin dua agak penting. Dan poin tiga, ini super penting. “Cinta pertama nggak perlu dibahas. Soal makanan, anggap saja sudah selesai. Yang ketiga, aarrgh!”
Giliran sumpek, tiba-tiba ibu mengetuk pintu kamar. “Ada tamu,” katanya pendek.
Dini ke ruang tamu dengan langkah malas. Dan jeeeng! Dia! Si monyet pertama, eh cinta pertama. Dini mulai panik, sadar jika ia hanya mengenakan pakaian ala kadarnya. Belum berias di depan cermin, belum memakai lipstik tipis. Yang fatal, ia masih membiarkan rambutnya berantakan.
Si monyet tersenyum. Lalu menyerahkan buku catatan tebal. “Aku mampir bentar. Mau ngasih ini. Buat kamu. Kalau suka, aku terusin di bab berikutnya,” kata dia. Dini diam. Lalu Si Monyet pergi.
Dini langsung lari ke dalam kamar. Usai minum air putih dan menarik nafas panjang, ia mulai duduk dan membuka buku perlahan. Isinya komik. Bukan komik sih. Coret-coretan si monyet.
Dini membaca lembar demi lembar. Ini soal Lingkungan Pertanian dan Biosistem. Ha? Beberapa lembar kemudian ada Hidrologi, Mekanika Fluida, Thermodinamika. Semua paparan dosen dibikin komik. Dini terus membaca. Dalam hati ia berkata, giliran belajar dengan model komik grafis kok segala sesuatunya jadi mudah?
Beberapa hari kemudian ia mendiskusikan ini dengan ibu. Jawab ibu, sejak dulu kamu suka komik. “Ayah pernah membelikan buku komik perjuangan, dan kamu dapat 90 untuk ujian sejarah. Ayah pernah ngasih buku tebal isinya flora dan fauna dunia. Kamu ujian bilogi dapat 88. Masa nggak paham sih?” kata ibu lembut.
Mata Dini langsung mengembara di sudut-sudut kamar. Ada rak buku berisi sejarah dalam gambar, ensiklopedi dalam gambar, bahkan belajar berhitung dengan gambar. God.
Dini jadi ingat nasehat kakaknya dulu. “Kamu tuh spesialis visual-spasial alias art smart. Apa-apa digambar. Apa-apa dari gambar,” kata kakak.
Setelah ibu meninggalkan kamarnya, Dini langsung browing. Di sebuah laman website psikologi ia berbisik, “Iya, visual-spasial alias art smart”.
Ciri-cirinya, berpikir dengan gambar. Lalu suka menggambar, melukis, membuat desain, dan membuat pola yang menarik. Terus memiliki kemampuan membaca peta dan menemukan jalan baru. Memiliki kemampuan mempadu-padankan warna. Terakhir, suka mendekorasi ruangan.
Dini langsung ingat dulu suka menggambar gurunya di depan kelas. Lalu ada balon narasi paparan pelajaran. Ponit to point. Itu ajaran ayah sih, katanya kalau pingin belajar cepat ; gambar dan tulis.
Ternyata sejak awal ayah sudah tahu, jika bicara Multiple Intelligence Theory atau Teori kecerdasan majemuk, Dini kuat di visual. Bukan berarti lemah di yang lain, tapi kecenderungannya ke visual.
Adalah Howard Gardner, Profesor dari Harvard University yang memiliki teori ini. Gardner meyakini ada potensi biospikologis yang dapat diaktifkan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi dalam kehidupan manusia atau kemampuan problem solving.
Juga kemampuan menghasilkan persoalan-persoalan baru untuk diselesaikan, kemampuan menciptakan sesuatu atau kemampuan menghasilkan produk yang akan menimbulkan penghargaan atas kebudayaan manusia.
Dini langsung mengambil beberapa lembar HVS dan drawing pen. Lalu membuat bilah dan kotak sederhana. Diberi judul besar ; Teori Kecerdasan Majemuk.
Kecerdasan Verbal-Linguistik (Word Smart)
- Mampu mengolah kata-kata
- Mampu mengekspresikan ide atau gagasan
- Berbahasa (berbicara dengan formal) dengan lancar
- Suka menulis, membaca, dan berbicara
- Menyukai jenis sastra (menulis puisi atau cerita)
- Suka berdiskusi
- Suka menceritakan lelucon
- Cepat menangkap isi dari apa yang dibaca
Kecerdasan Matematika-Logis (Math Smart or Logic Smart)
- Berfikir konseptual dan abstrak
- Jeli melihat pola
- Suka melakukan eksperimen
- Suka memecahkan teka-teki
- Menikmati belajar dengan angka, rumus, dan operasi matematika
- Sitematis dan terorganisir
- Memiliki argumen yang logis dalam menanggapi permasalahan
Kecerdasan Intrapersonal (Self Smart)
- Suka bekerja sendiri
- Suka berintropeksi diri
- Bijaksana
- Kreatif dan intuitif
- Motivasi diri sangat tinggi
- Berkemauan keras
- Percaya diri
Kecerdasan Interpersonal (People Smart)
- Memiliki banyak teman
- Menunjukkan empati kepada orang lain
- Menunjukkan pemahaman dengan sudut pandang lain
- Menyukai aktivitas team
- Peka terhadap perasaan dan ide orang lain
- Pandai mempengaruhi orang lain
- Cenderung menjadi mediator
Kecerdasan Visual-Spasial (Art Smart)
- Berpikir dengan gambar
- Suka menggambar, melukis, membuat desain, dan membuat pola yang menarik
- Memiliki kemampuan membaca peta dan menemukan jalan baru
- Memiliki kemampuan mempadu-padankan warna
- Suka mendekorasi ruangan
Kecerdasan Kinestetik (Movement Smart)
- Menyukai gerakan fisik
- Suka menari
- Suka membuat dan menciptakan prakarya
- Suka bermain peran
- Suka berkomunikasi melalui gerakan tubuh
- Berorientasi pada Learning by doing
- Sulit duduk berdiam diri dalam jangka waktu yang relatif lama
Kecerdasan Musikal (Music Smart)
- Menyukai musik
- Menyukai pola suara
- Suka menciptakan pola melodi atau ritme
- Suka belajar dengan ditemani suara-suara
- Pandai menirukan suara, aksen bahasa maupun cara berbicara orang lain
- Jeli dalam mengenali kesalahan tangga nada
Kecerdasan Naturalis (Nature Smart)
- Menyukai alam, hewan, tumbuhan
- Menyukai cuaca, iklim, maupun kejadian alam lainnya
- Memiliki hewan peliharaan
Setelah jadi, coretan di atas beberapa lembar kertas itu difoto dan dikirim via WA. Dikirim ke nomor Si Monyet. Di akhir pesan yang langsung berstatus ‘dibaca‘ itu ia menulis kalimat pendek. Terima kasih. (ret)