Jombang (pilar.id) – Ketika bicara mengenai seni, kesenian dan seniman, ingatan kita pasti akan langsung lari ke daerah-daerah yang menjadi tempat para seniman berkumpul. Ada nama Yogyakarta dan Bali yang secara luas dikenal sebagai daerahnya orang-orang berkesenian.
Namun, meski bkan berasal dari daerah dengan ekosistem kesenian yang kuat, tak membuat Muhammad Cahya Panca Wijaya putus asa dengan mimpi dan kecintaannya pada seni. Cahya yang juga pernah gagal untuk masuk ke perguruan tinggi seni bertekad untuk menciptakan ekosistemnya sendiri.
Cahya yang memiliki kecintaan pada seni rupa, kemudian mengumpulkan teman-teman seniman di Jombang untuk saling tukar pendapat dan ilmu. Ternyata, kegiatan diskusi ini di kemudian hari semakin banyak peminatnya.
Akhirnya, di tahun 2018, tepatnya pada tanggal 23 Desember, ia bersama 6 temannya mendirikan Komunitas Seni Arek Jombang yang disingkat Kosajo.
“Kosajo didirikan enam orang. Komunitas ini berangkat dari keresahan kita melihat para seniman muda di Jombang kurang ada yang menaungi, kurang ada yang mengajak kolaborasi atau mengajak lebih berkembang lagi,” ujar Cahya
Pada komunitas ini, Cahya menargetkan anggotanya yang merupakan anak muda, mulai dari usia Playgroup hingga anak Sekolah Menengah Atas (SMA) atau setaranya.
“Sasaran dari kita anak muda, mulai dari usia playgroup sampai SMA. Tetapi ada juga yang diatas umur segitu, ikut gabung yang bertujuan untuk meningkatkan kepercaya dirian teman-teman untuk berkarya dan menunjang bakat mereka,” jelas mahasiswa Universitas K.H Abdul Wahab Hasbullah (UWAHA) Jombang ini.
Tak hanya itu Komunitas ini juga bergerak di hampir semua jenis seni, seperti yang disampaikan Cahya. Kosajo tak hanya berfokus pada satu bidang seni, namun cabang seni lain. Seperti seni musik, teater, seni rupa, tari dan sebagainya.
“Kebetulan beberapa pendirinya berasal dari basic seni rupa. Jadi lebih besar ke seni rupanya, daripada seni lain, namun kita tetap terbuka dengan seni lainnya,” ucapnya.
Meski namanaya Komunitas Seni Arek Jombang, namun tak ada batasan domisil bagi anggota yang ingin bergabung. Seperti yang disebutkan Cahya, jika beberapa anggotanya ada yang berasal dari Kediri, Tulungagung, Blitar serta daerah lainnya
“Mereka itu biasanya dari temennya, temen, yang bisa brgabunggg tak harus anak Jombang. Kita tidak bisa menolak, jika ada yang mau ikut bergabung,” tuturnya.
Komunitas yang anggotanya berjumlah 180 yang ada dari semula hanya berjumlah 6 orang ini, memiliki dua kegiatan rutin, yaitu Sinau Seni dan Silaturahmi Seni. Seperti yang dijelaskan Cahya, dalam sinau seni anggota akan belajar bareng tentang seni. Sistemnya perminggu akan ada materi seni berbeda, atau bahkan dalam satu bulan satu tema
“Jadi minggu pertama seni gambar, minggu ke dua seni patung dan sebagainya. Tidak jarang juga, satu bulan ini seni gambar, tergantung kesanggupan teman-teman dan kecepatan mereka dalam menangkap materi,” jabar Cahya.
Sedang untuk kegiatan Silaturahmi seni, anggota datang ke seorang maestro seni untuk mengobrol seputar seni. Kegiatan tersebut biasa dilakukan sebelum Covid-19. Namun saat pandemi seperti saat ini, hampir seluruh kegiatan dilakukan secara online yang menurut Cahya banyak kekurangannya.
Selama 3 tahun lebih berdiri, Kosajo kerap menggelar pameran, seperti pameran lukis. Berdasar penjelasan Cahya, lukisan yang dipamerkan minimal berjumlah 30 karya dan semuanya merupakan hasil anggota selama mengikuti kegiatan. Kelas biasanya digelar bergilir dari rumah anggota, kafe teman, hingga ke tempat umum atau wisata sekalipun.
“Misal belum ada 30 karya akan digabung dengan karya-karya lain dan menunggu sampai 2 atau 3 bulan lagi. Pameran yang paling besar, biasa kita adakan ketika perayaan hari lahir Kosajo,” terang mahasiswa semester 4 jurusan Pendidikan Bahasa Inggris ini.
Kedepan Cahya bersama anggota Kosajo masih belum memiliki rencana. Tetapi akan membahas kegiatan untuk kedepannya, karena dalam 2 tahun ini kegiatan Kosajo terhambat dan memulai dari awal kembali.
Meski begitu, Cahya berharap anggota tetap solid dan tetap semangat berkarya, serta bisa menyebarkan ilmuu baik dari Kosajo atau dari manapun, tetap harus menyebar ilmu, jika tidak komunitas ini tidak akan berkembang.
“Harapan kita bersama, semuanya tetap jalan. Jadi tidak hanya berfokus pada satu seni. Inginnya seperti sanggar. Jadi seperti memiliki kelas, misalnya hari senin kelas tari dan selanjutnya,” tutup Cahya. (jel/fat)