Kulon Progo (pilar.id) – Sukses band bergenre pop punk asal Kulon Progo, Karnamereka, tidak lepas dari kekompakkan para personilnya.
Band dengan formasi Heroherda sebagai gitaris plus vokal, Penot atau Burhan Irdawanto (gitaris), Candra Setia Budi (bassis), dan Fafa atau Fandi Ahmad (additional drummer) ini dirintis sejak 2010 oleh frontman Karnamereka, Heroherda, dan eks drummer Karnamereka, Rolan Putut Wijaya.
“Karnamereka ini bermula dari tongkrongan, saat itu waktu SMA kelas 1 bersama Rolan kami sama-sama suka Blink-182 dan saya ajak ke studio untuk latihan hingga terbentuk Karnamereka ini,” kata Herda, Jumat (16/12/2022).
Herda mengaku, saat awal memulai karir pada tahun 2010, Karnamereka mencoba peruntungan dengan mengikuti beberapa audisi, namun tidak pernah lolos. Akhirnya, mereka nekat membuat single bertajuk Menunggu Sempurna.
“Dari single itu banyak yang suka. Hingga akhirnya secara bertahap pada tahun 2014 kami merilis album perdana, Let’s Start Here dengan enam lagu,” terangnya.
Disusul album kedua, lanjut Herda yakni Holahope pada tahun 2016 dengan 22 lagu. Kemudian pada 2018, bertajuk 73 sebagai album ketiga dengan tujuh lagu.
“Karnamereka mendapat bayaran pertama pada tahun 2014, waktu itu sekitar 200-300 ribu, istilahnya uang transport,” kenangnya.
Dari pengalamannya tersebut, Herda membagikan usaha yang harus dimiliki band underground khususnya di Kulon Progo untuk tetap bisa survive dan mempertahankan eksistensinya, salah satunya disiplin terhadap uang kas.
“Untuk bisa survive, yang penting disiplin untuk menyisihkan uang kas, karena sangat penting untuk kebutuhan band seperti pembuatan video klip, rekaman. Selain itu adanya penjualan merchandise juga menyokong band tersebut,” jelasnya.
Berbicara tentang lagu favorit, Herda menyebut “Bosok Cangkemu” ciptaan Rolan yang merupakan single ketiga berhasil menghantarkan Karnamereka semakin dikenal luas.
“Lagu Hope di album kedua Holahope ini jadi favorit, karena bercerita tentang harapan, jadi harapan hidup jangan cemas, setiap menemui pagi ada harapan disitu,” sahut Penot.
Bagi band yang sudah berjalan 12 tahun ini, lanjut Penot untuk membuatnya tetap terjaga Ia mengibaratkan seperti orang berpacaran, harus ada treatment khusus, apalagi untuk band-band jalur underground tentunya harus ada movement dengan menyambangi skena-skena.
“Kompak juga membuat konsistensi itu tetap terjaga. Kalau udah ada yang suka, punya fanbase sendiri. Tentu ada kebanggaan, saat kita membawakan lagu band sendiri dan dinyanyikan banyak orang,” ungkapnya.
Menurut Penot, yang disayangkan, di Kulon Progo yakni sebenarnya banyak talenta-talenta yang apabila ditekuni dan berani keluar dari zona nyaman banyak harapan yang jauh lebih besar dari sekarang.
“Setiap proses merintis band tidak bisa instan. Butuh waktu bertahun-tahun, jatuh gagal berkali-kali banyak yang harus dihadapi. Didukung dengan mengelola manajemen band sebaik mungkin,” tambah Herda.
Herda pun menceritakan momen yang paling berkesan sepanjang perjalanan Karnamereka yakni pada awal tahun 2022 yang nekat melakukan tur ke 30 Kota di Indonesia dengan tim yang sangat terbatas, yakni empat player dan dua tim produksi yang saling merangkap jobdesk.
“Momen itu mengingatkan saat awal mula kita merintis pada 2013 lalu, dimana kita mengandalkan kita sendiri. Pandemi ini kita dipaksa mati, tapi ada guncangan semangat untuk bangkit,” ucapnya.
Rencananya, dalam waktu dekat band ini akan segera merilis album ke-empatnya. Viralnya, single Ayah Ibu juga menjadi salah satu booster semangat tim untuk menggarap album yang sebenarnya dijadwalkan rilis pada 2020 namun harus tertunda karena pandemi. (riz/hdl)