Sungai Kunyit (pilar.id) – Agar terlahir tidak stunting, masyarakat perlu memperhatikan faktor-faktor yang menyebabkan stunting. Pertama-tama asupan gizi mesti dipantau saat seribu hari kehidupan.
Hal itu dijelaskan Pelaksana Tugas Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Kalimantan Barat Muslimat memberikan sosialisasi program Bangga Kencana pada masyarakat di Desa Sungai Kunyit Hulu, Kecamatan Sungai Kunyit Kabupaten Mempawah, Sabtu (26/11/2022).
“Stunting itu gangguan pertumbuhan otak dengan pertumbuhan tinggi badan yang tidak seimbang,” tutur Muslimat.
Apabila asupan gizinya baik, ia meyakini anak-anak akan tumbuh dengan sehat. Jauh dari stunting. Terutama di 2045 mendatang saat menuju Indonesia emas, apabila generasi justru terpapar stunting, akan jadi generasi yang sulit di masa depan.
Menurutnya, di wilayah Sungai Kunyit saat ini berdiri pelabuhan internasional. Di sana akan butuh tenaga kerja banyak. Apabila SDM di sini bagus, dengan pendidikan yang tinggi, tentunya para generasi penerus ini bisa mendapat jabatan tinggi di sana. “Kita harus punya pendidikan tinggi, kalau tidak tamat sekolah bisanya nanti jadi kuli,” ungkapnya.
Keberadaan BKKBM, dijelaskannya ingin mencerdaskan para keluarga sehingga BKKBN tidak melarang keluarga memiliki anak.
Tetapi harus diperhatikan jarak kelahirannya. Minimal tiga tahun jarak dari anak pertama, caranya dengan ber KB. Dengan begitu ibu dan anak sehat. “Untuk usia pernikahan ideal juga hatus diketahui oleh masyarakat. Perempuan 21 tahun dan laki-laki 25 tahun,” terangnya.
Direktur Pemaduan Kebijakan Pengendalian Penduduk BKKBN, Mila Rahmawati memberikan pemahaman pada masyarakat Desa Sungai Kunyit Hulu.
Tugas BKKBN diakuinya bukan hanya mengurus KB saja. Persoalan Kependudukan juga menjadi tanggung jawabnya. Melalui Perpres nomor 72 tahun 2021 BKKBN diamanatkan dalam upaya penurunan stunting. Dalam angka, di 2019 stunting di 27,67 persen. Sekarang berada di 24,4 persen. “Di 2024 ditargetkan stunting di angka 14 persen. Ini tugas berat bagi kita semua,” ujarnya.
Ditambahkannya terdapat dua sumber penyebab stunting. Pertama kesehatan tidak optimal dan asupan makanan tidak bergizi. Apabila anak-anak sakit, bukan tidak mungkin bisa terkena stunting.
Di usia 100 tahun Indonesia emas, jangan sampai anak-anak justru terlahir stunting. Iapun mengajak masyarakat untuk bersama-sama menekan stunting. “Jangan sampai ketika pelabuhan internasional dibuka dan beroperasi. Masyarakat setempat justru jadi kuli,” ujarnya.
Iapun mengingatkan masyarakat yang memiliki remaja putri untuk diberi asupan obat penambah darah. Para remaja putri ini, saat datang bulan, akan mengeluarkan banyak darah. Jika dibiarkan akan berbahaya. Begitupula laki-laki. Agar memiliki anak yang sehat. Mesti memiliki sperma sehat.
“Salah satu cara memiliki sperma sehat adalah dengan tidak merokok,” tutupnya. (din)