Jakarta (pilar.id) – Meningkatnya angka kasus positif akibat penyebaran virus covid-19 pada pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen membuat langkah pemerintah untuk mengevaluasi pelaksanaannya sangat relevan dan memang perlu dilakukan.
“Pemerintah perlu mengkaji ulang pelaksanaan PTM 100 persen yang sudah mulai diberlakukan, seperti di DKI Jakarta, Jawa barat dan Banten, terutama dengan merebaknya varian Omicron dan juga beragamnya capaian vaksinasi di berbagai daerah. Evaluasi serupa juga dapat dilakukan di daerah lain,” jelas Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Latasha Safira, Kamis (3/2/2022).
Latasha menjelaskan, skema pembelajaran tatap muka-daring (hybrid learning) merupakan opsi yang perlu dipertimbangkan bagi sistem pendidikan nasional. Tidak hanya sebagai batu loncatan untuk mempersiapkan sistem pendidikan Indonesia yang lebih resilien dan tahan bencana, tetapi juga untuk mengakomodir keragaman situasi dan kondisi lanskap pendidikan di Tanah Air.
“Sistem pendidikan nasional perlu dirancang untuk lebih resilien terhadap ancaman bencana dan pandemi menunjukkan urgensi untuk mempersiapkan hal tersebut. Selama pandemi masih ada, kami rasa sulit menciptakan kondisi ideal PTM 100 persen. Untuk itu pelaksanaan hybrid learning bisa jadi opsi untuk pemerintah belajar dari berbagai evaluasi pembelajaran jarak jauh yang sudah dilakukan,” tambahnya.
Meskipun tidak ada regulasi resmi tentang hybrid learning terutama di jenjang pendidikan wajib, pemerintah sebenarnya sudah mengambil langkah awal yang mendukung implementasinya, misalnya dengan pemberlakuan PTM.
Selain itu, Perpres Nomor 37/2018 yang memasukkan kembali TIK ke dalam kurikulum nasional jenjang SMP dan uji coba kurikulum prototipe 2022 juga memberikan kesempatan lebih banyak kepada guru dan siswa untuk mengembangkan kompetensi teknologi.
“Hybrid learning diharapkan dapat meningkatkan pengalaman pendidikan secara keseluruhan bagi siswa, guru, dan bahkan orang tua. Tetapi kita harus memperhatikan dengan cermat bagaimana mendukung integrasinya ke dalam sistem pendidikan nasional,” cetusnya.
Latasha mengatakan, guru dan orang tua juga perlu diprioritaskan dalam transisi ini, agar dapat memahami dan mampu mengembangkan kompetensi TIK karena pada gilirannya, merekalah yang mendukung, membimbing dan memimpin pembelajaran digital dan literasi siswa.
Namun, tetap penting untuk tidak melupakan keterbatasan struktural pembelajaran jarak jauh. Penetrasi hybrid learning akan terkonsentrasi sebagian besar di Jawa, mencerminkan tidak meratanya lanskap digital di Indonesia. Mayoritas penduduk masih belum memiliki akses internet yang terjangkau dan memadai untuk mendukung pembelajaran daring.
Presiden Joko Widodo meminta jajarannya untuk mengevaluasi pelaksanaan PTM di DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten menyusul kenaikan kasus positif covid-19 di tiga provinsi ini. (her/fat)