Jakarta (pilar.id) – Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Rahmat Bagja, mengumumkan bahwa hingga 26 Februari 2024, lembaganya telah menerima sebanyak 1.271 laporan dan menemukan 650 dugaan pelanggaran selama proses pemilu 2024.
Bagja menjelaskan bahwa laporan tersebut melibatkan berbagai jenis pelanggaran, termasuk dugaan pelanggaran administrasi, tindak pidana pemilu, pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu, dan pelanggaran hukum lainnya.
“Pada tahapan ini, kami telah mendaftarkan 482 laporan dan 541 temuan, sementara 104 temuan belum terdaftar. Dari hasil penanganan, kami mengidentifikasi 479 pelanggaran, 324 bukan pelanggaran, 69 pelanggaran administrasi, 39 dugaan tindak pidana pemilu, dan 125 pelanggaran hukum lainnya,” ujar Bagja di Gedung Bawaslu RI, Jakarta, pada Selasa (27/2/2024).
Sementara itu, Anggota Bawaslu RI, Herwyn J. H. Malonda, menyampaikan bahwa salah satu tren dugaan pelanggaran pidana pemilu adalah pelanggaran administrasi. Pelanggaran administrasi melibatkan kampanye di luar masa kampanye, verifikasi faktual ke pusat partai politik, video media sosial, dan kode etik.
“Tren pelanggaran pidana pemilu terkait dengan pasal-pasal tertentu, seperti pasal 521, 523 tentang politik uang, pasal 490, 491, 494, dan 493 dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum,” kata Herwyn.
Herwyn menjelaskan bahwa tren dugaan pelanggaran pemilu mencakup pemalsuan dokumen pada masa kampanye atau menjelang hari pemungutan suara, terutama yang berkaitan dengan politik uang. Dua tren ini masih dalam penanganan Bawaslu, kepolisian, dan kejaksaan.
“Selain itu, ada tren lain terkait netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dan pelanggaran ketentuan Pasal 283 terkait kepala daerah yang melanggar Undang-Undang Nomor 7/2017,” tambahnya.
Diketahui bahwa laporan dan temuan yang diterima oleh Bawaslu belum mencakup pelanggaran administrasi yang menyebabkan pemungutan suara ulang di beberapa daerah. (hen/hdl)