Surabaya (pilar.id) – Kondisi sinar Ultraviolet (UV) yang sangat kuat beberapa waktu lalu menjadi perbincangan hangat di masyarakat karena dampak yang ditimbulkannya. Meskipun situasi tersebut telah berlalu, bahaya dari peningkatan paparan sinar UV masih belum sepenuhnya berakhir.
Profesor besar bidang Biooptika Universitas Airlangga (Unair), Prof. Dr. Retna Apsari MSi, memperkirakan adanya peningkatan suhu dan paparan sinar UV di Indonesia.
“Akan ada tingkat keparahan yang lebih tinggi daripada saat ini jika manusia tidak meningkatkan aktivitas dan kesadaran tentang isu pemanasan global,” katanya.
Prof. Retna menjelaskan bahwa meskipun suhu mengalami siklus naik turun setiap tahun, dampak peningkatan radiasi sinar UV akan semakin terasa karena lapisan ozon yang terus menipis.
Seperti diketahui, lapisan ozon atau lapisan gas ozon terdapat di atmosfer Bumi, terutama pada stratosfer. Lapisan ini berfungsi sebagai perisai alami yang melindungi planet kita dari paparan berbahaya sinar ultraviolet (UV) matahari.
Organisasi Meteorologi Dunia juga telah memperkirakan kemungkinan kenaikan suhu sebesar 1,5 derajat Celsius yang akan terus meningkat setiap tahun.
“Akan ada tingkat keparahan yang lebih tinggi daripada saat ini jika manusia tidak meningkatkan aktivitas dan kesadaran tentang isu pemanasan global,” kata profesor dari Fakultas Teknologi Maju dan Multidisiplin (FTMM) Unair tersebut.
Lebih lanjut, jika tidak segera ditangani, penipisan lapisan ozon dapat meningkatkan risiko kanker kulit (melanoma), melemahkan sistem kekebalan tubuh, mencairnya es di Samudra Arktik, dan mengakibatkan kepunahan beruang kutub pada tahun 2100.
Kejadian sinar UV yang sangat kuat beberapa waktu lalu memang disebabkan oleh sudut datang sinar matahari dan letak geografis Indonesia.
Namun, ada beberapa langkah yang dapat mengurangi tingkat keparahan yang dirasakan, yaitu dengan mempromosikan penggantian Bahan Perusak Ozon (BPO).
“Masyarakat dapat mengurangi penggunaan AC sebagai sumber gas CFC yang merusak lapisan ozon. Sementara itu, pemerintah dan industri harus menerapkan kebijakan yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 83/M-DAG/PER/10/2015 tahun 2015 tentang ketentuan impor bahan perusak lapisan ozon,” ujarnya. (usm/hdl)