Jakarta (pilar.id) – Pemerintah Jepang berhadapan dengan problem kependudukan yang sangat serius. Yakni menurunnya populasi penduduk dalam 12 tahun terakhir.
Sebuah sumber menyebut, kondisi ekonomi Jepang dalam 12 tahun terakhir sebetulnya relatif stabil. Pada kenyataannya, ekonomi Jepang telah pulih dari resesi yang terjadi pada akhir tahun 2000-an dan awal 2010-an, dan telah mengalami pertumbuhan ekonomi yang moderat sejak saat itu.
Meskipun demikian, biaya hidup di Jepang relatif tinggi, dan ini menjadi faktor yang memengaruhi keputusan pasangan muda untuk tidak memiliki anak.
Biaya hidup tinggi ini terutama untuk biaya pendidikan dan perawatan anak. Selain itu, kebijakan pemerintah Jepang yang kurang mendukung keluarga, seperti kurangnya fasilitas penitipan anak dan cuti hamil dan melahirkan yang pendek, juga dapat menyulitkan pasangan muda yang ingin memiliki anak.
Perubahan gaya hidup yang terjadi di Jepang juga dapat memengaruhi keputusan pasangan muda untuk tidak memiliki anak. Beberapa pasangan muda lebih memilih untuk fokus pada karir atau kegiatan lain yang dianggap lebih menyenangkan daripada mengasuh anak.
Selain itu, perubahan budaya dan sosial di Jepang, seperti meningkatnya individualisme dan kurangnya dukungan dari masyarakat atau keluarga, juga dapat memengaruhi keputusan pasangan muda untuk tidak memiliki anak.
Dalam kombinasi dengan faktor lain seperti kurangnya imigrasi dan urbanisasi, faktor-faktor ini telah menyebabkan jumlah kelahiran di Jepang menurun dalam beberapa dekade terakhir dan menimbulkan masalah demografi yang serius bagi negara tersebut.
Industri Seks dan Hikikomori
Tumbuhnya industri seks tidak secara langsung menyebabkan turunnya jumlah populasi penduduk Jepang, tetapi bisa jadi memengaruhi tren penurunan tersebut.
Industri seks di Jepang telah berkembang selama beberapa dekade dan merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari di beberapa kota besar.
Industri seks di Jepang mencakup berbagai macam layanan, termasuk cabaret, klub strip, pelacuran, dan film porno. Meskipun industri seks tidak secara langsung memengaruhi jumlah kelahiran, dampaknya mungkin terlihat dalam hubungan interpersonal dan pernikahan di masyarakat Jepang.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa fenomena hikikomori atau keengganan sosial, di mana individu menarik diri dari interaksi sosial dan mengisolasi diri, mungkin terkait dengan industri seks yang berkembang di Jepang.
Hikikomori dapat menghalangi kemampuan individu untuk membentuk hubungan romantis dan seksual yang sehat, yang dapat mempengaruhi kemampuan mereka untuk memiliki anak.
Selain itu, industri seks yang berkembang dapat memengaruhi pandangan masyarakat tentang hubungan dan pernikahan, yang mungkin memengaruhi keputusan individu untuk menikah dan memiliki anak.
Dengan demikian, industri seks mungkin memainkan peran dalam tren penurunan populasi penduduk Jepang, meskipun tidak secara langsung menyebabkannya.
Namun, penurunan tingkat kelahiran dan faktor-faktor lain seperti perubahan ekonomi, lingkungan, dan budaya, semuanya juga memainkan peran penting dalam penurunan populasi penduduk Jepang. (usm/hdl)