Pontianak (Pilar.id) – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Tangan Hati Indonesia Kalimantan Barat meminta pemerintah daerah memperkuat sosialisasi dan layanan Kesehatan jiwa bagi perempuan. Hal itu merespon adanya ada kasus seorang perempuan yang masuk klasifikasi Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) dituduh hendak melakukan penculikan terhadap seorang anak. Wanita ODGJ itu diamankan oleh warga, Sabtu 28 Januari lalu.
Ramadan menjelaskan bila mengacu pada Surat Keputusan Kepala Dinas Sosial Kota Pontianak Nomor: 28 /DINSOS/Tahun 2022 tentang Penetapan Standar Pelayanan Pada Dinas Sosial Kota Pontianak, standar penanganan bagi ODGJ terlantar, harusnya diketahui oleh masyarakat di Kota Pontianak. Persyaratan agar ditangani Dinas Sosial bukan hanya mendapatkan laporan dari kepolisian tapi juga dari masyarakat.
“Prosedurnya petugas mengecek ke lokasi, kemudian dibawa ke Rumah Sakit Jiwa, jika sudah dianggap tenang akan dikembalikan kepada keluarganya jika diketahui,” terang Rama.
Ramadhan mengimbau masyarakat untuk tidak main hakim sendiri. Jika menemukan sesuatu yang mencurigakan hendaknya langsung melapor ke petugas. Mengingat dalam melakukan koordinasi dengan Polresta, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan pihak OPD terkait itu penting guna mengidentifikasi kebenaran terkait ODGJ. Sebab, dikhawatirkan terdapat orang normal, namun berpura-pura mengalami gangguan demi melakukan tindak kejahatan.
“Perlu dilakukan sosialisasi aturan dan identifikasi bersama dengan Polresta, kalau benar-benar mengalami ganguan, Dinas Sosial bisa membantu kirim ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ) untuk pengobatan, terlebih gangguan jiwa ringan banyak diderita kaum perempuan, yaitu dua kali lebih banyak dibanding laki laki. Sedangkan gangguan jiwa berat pada perempuan lebih ringan dibanding laki-laki. Gangguan jiwa ringan sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi,” terang Ramadhan.
Berdasarkan beberapa pertimbangan penelitian dan pemantauan LBH Tangan Hati Indonesia Kalbar, untuk mengatasi masalah terkait kesehatan jiwa, tidak bisa hanya dilakukan oleh dokter spesialis jiwa saja tetapi harus melibatkan profesi lain, seperti perawat, psikolog, pekerja sosial dan kerja sama dengan unsur masyarakat.
Selain itu, menurut Ramadhan, Dana BOK (Bantuan Operasional Kesehatan) untuk Puskesmas sangat mendukung dalam pemberian pelayanan kesehatan jiwa. Sesuai petunjuk pelaksanaan BOK dapat digunakan untuk mengunjungi pasien gangguan jiwa yang tidak mau berobat dan yang dipasung di rumah melalui layanan home care; mendidik keluarga yang di rumahnya terdapat penderita gangguan jiwa.
“Perlu diperhatikan kembali penyusunan program pemberdayaan Puskesmas dengan memberikan pendidikan kesehatan jiwa bagi perawat dan melibatkan unsur masyarakat sehingga mereka akan lebih terampil dalam konseling menghadapi pasien gangguan jiwa dan penanganan untuk mengidentifikasi,” tutup Ramadhan. (din)