Kediri (pilar.id) – Dalam sejarahnya, tenun ikat khas Kota Kediri, Jawa Timur, sudah ada sejak masa Kerajaan Kediri berjaya. Sayang, bersamaan dengan masuknya mesin tenun modern ke tanah air, tenun produk akulturasi budaya yang pembuatan awalnya dilakukan oleh pendatang dari Tiongkok itu justru tak nyaris tak dikenal.
Kain tradisional Kediri memiliki sejarah yang cukup panjang. Menggunakan pola Gringsing, menjadikan kain tradisional itu berbeda dengan tekstur kain lainnya.
Dalam sejarah, kain khas itu menjadi bagian dari warisan peradaban budaya Kerajaan Kediri yang dulu sempat jaya. Adalah Gerrit Pieter Rouffaer (1860-1928) melakukan penelitian kain di Indonesia.
Ia memastikan bahwa pola gringsing sudah dikenal sejak Kerajaan Kediri ada pada abad ke-12. Dan ia menyimpulkan bahwa pola seperti itu hanya bisa dibentuk menggunakan canting, sebuah alat yang biasanya digunakan untuk membatik.
Kelurahan Bandar Kidul di Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri, Jawa Timur dikenal sebagai sentra perajin tenun ikat bukan mesin. Kain tenun yang dihasilkan di sana mulai dari kain sarung gombyor, kain misris (biasa), semi sutra, hingga sutra.
Di sana pun kain Kediri di produksi.Sekitar 20 rumah industri tenun ikat berada di perkampungan itu. Kebanyakan industri tenun kain di sana dijalankan secara turun temurun, bahkan ada yang telah tiga generasi tak henti. Di rumah-rumah produksi, para pekerja usia tua maupun muda terus menerus menggerakkan tangan dan kaki.
Proses pembuatan dari benang hingga menjadi selembar kain tenun dilakukan setiap hari. Pembuatan kain tenun khas Kediri menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM), karenanya produksi kain tenun Kediri yang dihasilkan tidak sebanyak kain yang dibuat menggunakan mesin.
Proses pengerjaan tenun menggunakan benang halus ini melewati dua proses pengerjaan dengan 14 tahapan. Diawali dengan proses pembuatan lungsi atau keteng, kain tenun Kediri harus melalui proses pencelupan, penggulung benang di boom dan proses grayen atau menyambung benang.
Proses kedua dalam pembuatan tenun Kediri adalah pemintalan benang putih, menata benang di bidangan, melakukan desain, pengikatan kain, pencelupan kain, colet, pelepasan tali, penguraian benang, pemintalan yang dipalet dan diakhiri dengan proses penenunan.
Di Bandar Kidul, proses pengerjaaan tenun tidak hanya dilakukan di sentra-sentra industri. Para pemilik usaha yang memberdayakan warga sekitar untuk terlibat dalam pelestarian tenun membebaskan warga untuk melakukan penenunan dirumah-rumah mereka.
Masing-masing sesuai dengan alat tenun yang mereka punya. Upaya pelestarian tidak hanya dengan memberdayakan warga disekitar sentra industri, gelaran Dhono Street Fashion menjadi upaya pemerintah kota Kediri untuk semakin mengenalkan tenun ikat Kediri di dalam dan luar negeri.
Kain tenun pun digunakan untuk membuat produk busana yang lebih kasual trendi agar dapat mendekatkan nilai tenun kepada generasi milenial saat ini. (ful)