Jakarta (pilar.id) – Harga Bitcoin saat ini menunjukkan kecenderungan stagnan setelah mengalami penurunan pada Rabu (27/3/2024) lalu, dipengaruhi oleh kekuatan dolar AS yang tercermin dalam tekanan indeks DXY. Selain itu, data terbaru juga menunjukkan perlambatan aliran modal ke pasar kripto, mencerminkan tumbuhnya kehati-hatian di kalangan investor.
Fyqieh Fachrur, seorang trader di Tokocrypto, mencatat bahwa Bitcoin mengalami penurunan sekitar 2 persen pada Rabu, menyentuh level 68.600 Dollar AS. Ini terjadi setelah beberapa hari sebelumnya Bitcoin mencapai lebih dari 71.000 Dollar AS, mendekati rekor tertingginya.
“Faktor yang membatasi harga Bitcoin saat ini adalah kekuatan dolar AS. Penguatan greenback membatasi potensi kenaikan Bitcoin karena banyak trader masih memilih dolar AS mengingat ketidakpastian seputar suku bunga AS. Indeks dolar tetap berada di level tertinggi dalam sebulan terakhir,” ujar Fyqieh.
Menurut Fyqieh, sikap dovish dari Swiss National Bank dan Bank of England belakangan ini menunjukkan preferensi pasar terhadap dolar AS sebagai mata uang dengan imbal hasil tinggi dan risiko rendah, setidaknya hingga kebijakan The Fed terkait suku bunga berubah.
Data PDB AS, yang menjadi tolok ukur inflasi bagi The Fed, diharapkan memberikan petunjuk lebih lanjut pada akhir pekan. Tanda-tanda inflasi yang kuat bisa mempengaruhi pandangan The Fed menjadi lebih hawkish, memungkinkan penundaan dalam pemangkasan suku bunga. Hal ini juga dapat memperburuk kondisi dolar AS dan memicu koreksi lebih lanjut.
Selain itu, pidato Ketua The Fed Jerome Powell dan anggota FOMC Mary Daly pada akhir pekan ini dapat memberikan wawasan tambahan tentang kebijakan suku bunga.
“Dengan prospek suku bunga AS yang lebih tinggi, para investor cenderung memilih dolar AS yang dianggap lebih aman daripada Bitcoin, terutama karena kripto seringkali terpengaruh oleh suku bunga yang tinggi. Kenaikan suku bunga hingga tahun 2022 telah menimbulkan kerugian besar bagi Bitcoin, mendorongnya turun hingga US$15.000 pada akhir tahun 2022,” analisis Fyqieh.
Meskipun Bitcoin telah pulih hampir lima kali lipat dari posisi terendahnya pada tahun 2022, dan mencatat rekor tertinggi baru-baru ini di atas 73.000 Dollar AS, data terbaru menunjukkan perlambatan aliran modal ke ETF Bitcoin. Arus keluar berkelanjutan dari ETF Grayscale Bitcoin Trust (GBTC) juga memberikan tekanan jual pada koin tersebut.
“Meskipun ETF Bitcoin mengalami arus masuk besar dalam beberapa minggu terakhir karena persetujuan ETF spot baru-baru ini, namun arus masuk ini melambat, terutama karena kekhawatiran investor terhadap ketidakpastian suku bunga AS,” jelas Fyqieh.
Dari segi analisis teknikal, Fyqieh memperkirakan bahwa Bitcoin mungkin akan turun ke kisaran US$68.000 sebelum kembali naik ke level tertinggi di sekitar 73.000 Dollar AS. Pergerakan ini akan mengikuti pola aset berisiko lainnya seiring dengan volatilitas yang diberikan oleh Dolar AS.
“Dengan semua data ekonomi AS telah tersedia, kemungkinan Bitcoin akan mengalami penurunan menjelang Halving di akhir April 2024. Ini karena kemungkinan adanya pola double top jika Bitcoin mencapai 73.000 Dollar AS, yang bisa menjadi pertanda koreksi dalam jangka menengah,” tambahnya.
Meskipun demikian, level support yang kuat saat ini untuk Bitcoin tetap berada di sekitar 60.000 Dollar AS, yang kemungkinan tidak akan terlampaui kecuali ada sentimen negatif yang signifikan terhadap pasar kripto. Trader dan investor disarankan untuk menjaga modal mereka saat ini dan memanfaatkan potensi jangka panjang setelah momen Halving. (hdl)