Jakarta (pilar.id) – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebut ada indikasi aliran dana misterius setiap menjelang pemilu. Pola yang digunakan yaitu green financial crime yang totalnya mencapai Rp45 triliun.
“Kejahatan di bidang kehutanan, lingkungan hidup, kemudian di perikanan, kelautan,” kata Humas PPATK M Natsir Kongah dalam program ‘Satu Meja’, di Jakarta, Rabu (15/3/2023).
Natsir mengungkapkan, tindak pencucian itu di antaranya mengalir ke politikus. Berdasarkan penelitian PPATK, pola yang digunakan setiap periode pemilu hampir mirip, yaitu dengan memberikan izin, dan penggalian tambang.
“Periode sebelumnya (pemilu 2019), bukan semua (Rp45 triliun), tapi di antaranya (ke politikus. Itu diduga juga untuk persiapan pemilu selanjutnya,” kata Natsir.
Natsir mengaku, temuan itu sudah dilaporkan ke penyidik Polri, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, yang dilaporkan tersebut merupakan temuan menjelang pemilu 2019. Sedangkan untuk pemilu 2024, Natsir mengaku masih melakukan penyelidikan lebih mendalam.
“Angka terakhir itu saya belum terinformasi. Tapi yang sebelumnya (2019) itu sudah disampaikan,” kata dia.
Sementara itu, mantan Ketua PPATK Yunus Husein mengatakan, institusi PPATK seperti pemain gelandang pada permainan sepak bola. Ia hanya memberikan umpan, selanjutnya penyidik masih membutuhkan waktu untuk mengumpulkan bukti permulaan yang cukup.
“Karena mencari bukti permulaan dari setiap unsur yang diduga dilakukan itu perlu waktu. Tapi PPATK kalau ada indikasi, pasti ke penyidik. Strikernya itu penyidik,” kata dia.
Namun, ia juga membenarkan yang disampaikan Natsir. Ia menambahkan, menjelang pemilu bahkan ditemukan kredit macet meningkat, dan skandal-skandal bermunculan.
“Di situ saya semakin sadar, kasus itu ada kaitan dengan politik,” kata dia. (ach/fat)