Jakarta (pilar.id) – Setelah beberapa tahun fokus pada penyediaan produk untuk pencegahan dan penanggulangan Covid-19, Bio Farma berencana untuk mengkonsolidasikan usaha non-Covidnya.
Wakil Direktur Utama Bio Farma, Soleh Ayubi, menyatakan, “Mulai tahun 2022, kami berkonsolidasi untuk mendorong penjualan produk non-Covid agar maksimal, dan di tahun ini kami berharap usaha tersebut menghasilkan pendapatan sebesar Rp18,23 triliun dari produk non-Covid.” Hal ini disampaikan dalam keterangan resmi pada Rabu.
Laporan keuangan tahunan terakhir menunjukkan bahwa laba bersih Bio Farma turun 74 persen menjadi Rp505,89 miliar pada tahun 2022 dibandingkan tahun sebelumnya. Total EBITDA Holding mencapai Rp1,9 triliun, mengalami penurunan sebesar 51,6 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Pendapatan Bio Farma secara konsolidasi (holding) mencapai Rp21,5 triliun pada tahun 2022, mengalami penurunan sebesar 50,4 persen dari tahun 2021.
Penurunan ini terlihat dari pendapatan Bio Farma yang turun 63,6 persen menjadi Rp11 triliun. Penurunan ini disebabkan oleh selesainya program vaksinasi Covid-19 yang dijalankan oleh Kementerian Kesehatan.
PT Kimia Farma Tbk juga mengalami penurunan pendapatan sebesar 25,3 persen menjadi Rp9,6 triliun dibandingkan tahun sebelumnya.
Penurunan ini disebabkan oleh pendapatan e-katalog yang belum optimal (seperti produk ARV) dan perbaikan kondisi pandemi yang berdampak pada penurunan pendapatan dari segmen jasa layanan kesehatan.
Pada tahun 2022, pendapatan PT Kimia Farma masih didominasi oleh produk pihak ketiga sebesar Rp8,40 triliun atau 78,7 persen dari total pendapatan.
Kontribusi pendapatan lainnya berasal dari obat ethical sebesar 36,8 persen (Rp3,53 triliun), obat OTC sebesar 23,2 persen (Rp2,22 triliun), obat generik sebesar 19,1 persen (Rp1,84 triliun), serta alat kesehatan (alkes) dan jasa lab klinik sebesar 19,3 persen (Rp1,85 triliun).
Anak usaha holding lainnya, PT Indofarma Tbk, juga mengalami penurunan pendapatan sebesar 60,6 persen atau sebesar Rp1,1 triliun dari tahun 2021.
Pada tahun 2022, kontribusi pendapatan terbesar dari Indofarma berasal dari produk ethical sebesar 46,5 persen, FMCG sebesar 37,6 persen, alkes dan jasa klinik sebesar 12,2 persen, OTC sebesar 2,1 persen, dan vaksin sebesar 1,6 persen.
Soleh menjelaskan bahwa penurunan pendapatan BUMN Farmasi ini terutama disebabkan oleh penurunan permintaan vaksin dan alat tes diagnostik Covid-19 sejak pertengahan tahun 2022.
Meskipun secara keseluruhan performa keuangan Bio Farma pada tahun 2022 mengalami penurunan, namun jika aktivitas yang berkaitan dengan pelayanan Covid-19 dikecualikan, kinerja Bio Farma lebih baik dibandingkan tahun 2021.
Pada tahun 2023, Bio Farma berencana melakukan perbaikan fundamental untuk menyesuaikan dengan perubahan pola konsumsi dalam pasar produk kesehatan. Perusahaan akan meluncurkan produk-produk baru untuk meningkatkan pangsa pasar dan memperluas cakupan layanan dan ritel agar masyarakat dapat mengakses layanan kesehatan yang terintegrasi.
Soleh menambahkan bahwa salah satu strategi untuk mempercepat perubahan tersebut adalah dengan menerapkan skema Global Partnership yang akan mempercepat proses riset dan pengembangan produk Bio Farma Grup.
Dalam laporan tahunan 2022, holding BUMN Farmasi yang meliputi Bio Farma, Kimia Farma, dan Indofarma meraih tingkat kesehatan perusahaan A (Sehat) dengan skor 70. (ret/hdl)