Jakarta (pilar.id) – Media sosial (medsos) dinilai menjadi ajang ‘perang’ setelah Anies Baswedan diumumkan menjadi calon presiden (capres) Partai Nasdem. Mereka belum diketahui mewakili pihak mana saat mengeluarkan pernyataan saling serang argumen.
“Kita lihat sejak Pak Anies dicalonkan, bagimana Twitter, Instagram, Facebook dan sebagainya itu penuh dengan serang menyerang yang luar biasa,” kata Politisi PDIP Deddy Yevri Sitorus, di Jakarta, Sabtu (7/1/2022).
Menurut Deddy, keributan dapat diselesaikan dengan mudah. Karena, meskipun terjadi perbedaan pendapat, tetapi masih dimungkinakn untuk bertemu dan berkomunikasi sembari bersama-sama minum kopi.
“Kalau perang di tingkat elit itu kan sifatnya wacana ya, lebih kepada di awang-awang begitu. Dan itu biasa saja,” kata Deddy.
Namun, ia khawatir apabila kegaduhan tersebut menimbulkan mobilisasi di tingkat bawah. Padahal perang wacana di tingkat elit, tidak perlu diterjemahkan sebagai sesuatu yang mengarah pada konflik.
“Ini kan yang jadi persoalan kalau di bawah baperan,” kata dia.
Anggota Komisi VI DPR RI itu berharap, elit politik dapat memberikan pemahaman kepada para pendukungnya di bawah. Sehingga, ketika terjadi kegaduhan di tingkat elit tidak membuat stabilitas politik terancam,
“Sehingga tidak membuat keterbelahan itu, posisi kontestasi ini menjadi sesuatu yang bersifat diametral,” kata dia.
Saling mengkritik kader partai lain, menurut Deddy merupakan sesuatu yang biasa. Ia mencontohkan ketika PDIP mengkritik menteri asal Partai Nasdem, tidak perlu diterjemahkan sebagai sesuatu tindakan untuk memancing keributan.
“Dialektika seperti itu harusnya kita anggap biasa. Yang menjadi problem ketika di bawah itu diterjemahkan sesuatu yang membuat hubungan bermusuhan. Padahal realitanya mereka setiap saat bisa bertemu,” tandas Deddy. (ach/din)