Jakarta (pilar.id) – Pengurus Vihara Tien En Tang melaporkan adanya dugaan tindak premanisme terhadap rumah ibadah yang terjadi pada 22 September silam. Hal ini disampaikan Deolipa Yumara, penasihat hukum Vihara Tien En Tang di Polres Metro Jakarta Selatan, Selasa (4/10/2022).
“Kemarin mereka melakukan masuk itu tanpa dasar eksekusi pengadilan sehingga adalah ilegal, maka saya akan melaporkan para pelaku ini” katanya.
Tanah vihara ini, ternagnya, merupakan tanah umat yang sudah mulai dimiliki sejak 1999 yang kemudian dibangun pengurus vihara. Vihara ini juga telah digunakan sebagai tempat ibadah sejak 2002.
Penggunaan ini telah mendapat persetujuan kementerian agama sebagai tempat ibadah, sehingga sebenarnya vihara telah berjalan selama 20 tahun.
Menambahkan hal ini, pengurus Yayasan Metta Karuna, Maitreya Sherly, sejak 2002 hingga 2022, vihara telah menjadi tempat ibadah umat Budha, kemudian sertifikat terbit dan izin surat hibah di tahun yang sama pada 2012. “Jadi kita punya yang aslinya” kata Maitreya.
Sayang, pada 2020, muncul sertifikat baru atas nama ahli waris pemberi hibah. Penerbitan sertifikat baru ini terjadi setelah ahli waris pemberi hibah diduga memberi keterangan palsu kepada kepolisian dan Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Hal ini kemudian membuat umat yang telah memiliki surat hibah dan sertifikat sejak tahun 2012 menjadi tersangka dengan tuduhan penguasaan tanah oleh sang ahli waris.
Pihak vihara melalui kuasa hukumnya akan melakukan pelaporan atas penerobosan ilegal, perusakan dan penggandaan dokumen yang merugikan tempat ibadah tersebut. (ret/hdl/ant)