Jakarta (pilar.id) – Warga miskin atau kurang mampu mendapatkan bantuan dari pemerintah memang bukan hal aneh. Di Indonesia pun, berbagai macam bantuan mulai dari sembako sampai bantuan tunai, kerap kali diberikan Pemerintah untuk warga miskin dan kurang mampu.
Bantuan-bantuan tersebut, terutama diberikan untuk memenuhi kebutuhan dasar dari maayarakat yang memiliki tingkat ekonomi rendah. Di Negara Selandia Baru, pemberian bantuan kepada masyarakat miskin dan kurang mampu juga dilakukan.
Namun, peruntukan dari bantuan yang diberikan ternyata berbeda. Bukan lagi untuk memenuhi kebutuhan dasar tetapi, untuk membeli mobil. Ya, pada Senin (16/5/2022) Pemerintan Selandia Baru mengumunkan bahwa pihaknua akan memberikan bantuan bagi masyarakat berpenghasilan rendah untuk membeli mobil listrik.
Masyarakat miskin di Selandia Baru yang sudah memiliki mobil berbahan bakar bensin dan solar akan diberikan bantuan agar mampu membeli mobil hybrid atau mobil listrik (EV). Langkah ini, dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca yang selama ini disebabkan oleh pembakaran bahan bakar pada mobil.
Rencananya, Pemerintah Selandia Baru akan menyediakan dana sebesar 569 juta dolar Selandia Baru dalam melaksanakan program uji coba ini. Langkah ini merupakan awal dari rencana yang lebih besar lagi mencakup subsidi bagi bisnis untuk mengurangi emisi, peralihan ke bus ramah lingkungan pada 2035, dan pengumpulan limbah makanan di tepi jalan untuk sebagian besar rumah tangga pada akhir dekade.
“Ini adalah hari penting dalam transisi kami ke masa depan rendah emisi. Kita semua telah melihat laporan terbaru tentang kenaikan permukaan laut dan dampaknya di Selandia Baru. Kita tidak bisa meninggalkan masalah perubahan iklim sampai semuanya terlambat untuk diperbaiki,” kata Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern, dikutip dari Associated Press, Senin (16/5/2022).
Rencana tersebut merupakan langkah menuju pemenuhan kesepakatan yang dibuat Selandia Baru berdasarkan Paris Agreement 2016 tentang perubahan iklim dan komitmen Selandia Baru untuk mencapai emisi karbon nol bersih pada 2050.
Ardern, yang dijadwalkan untuk meluncurkan rencana tersebut tetapi dibatalkan setelah dinyatakan positif COVID-19 akhir pekan lalu, mengatakan bahwa setiap komunitas dan sektor memiliki peran untuk berkontribusi. Ia melanjutkan bahwa mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil akan membantu rumah tangga dari gejolak kenaikan harga.
Rencana tersebut juga menetapkan target untuk mengurangi total kilometer perjalanan mobil sebesar 20 persen selama 13 tahun ke depan dengan menawarkan pilihan transportasi yang lebih baik di kota-kota serta pilihan untuk pengendara sepeda dan pejalan kaki.
Program-program tersebut akan menggunakan dana tanggap darurat iklim (CERF) senilai 4,5 miliar dolar Selandia Baru. Pejabat mengatakan bahwa dari waktu ke waktu, uang yang dikumpulkan dari penghasil emisi rumah kaca utama akan mendukung keuangan program daripada uang yang dipungut dari pajak rumah tangga.
Menurut Associated Press, rencana tersebut masih terdapat beberapa detail yang kurang, termasuk rencana penggantian kendaraan berbahan bakar fosil yang menurut pemerintah Selandia Baru akan diselesaikan dalam beberapa bulan mendatang.
Sejumlah kritikus mengatakan upaya pemerintah dapat terus memberikan kemudahan bagi industri pertanian besar di negara itu, yang menciptakan sekitar setengah dari total emisi gas rumah kaca Selandia Baru tetapi juga penting bagi perekonomian sebagai penghasil ekspor terbesar negara.
“Beberapa kebijakan yang diumumkan, seperti sistem Car Allowance Rebate System, terbukti tidak masuk akal dan telah dicoba serta gagal di luar negeri,” kata pemimpin Partai ACT David Seymour. Menurutnya, konsumen harus dapat memilih bagaimana mereka mengurangi emisi melalui skema perdagangan emisi. (fat)