Jakarta (pilar.id) – Wakil Sekreteris Jenderal (Wasekjen) Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki) Mayjen TNI (Purn) dr Tugas Ratmono mengatakan, dari tahun ke tahun penderita stroke terus mengalami peningkatan.
Berdasarkan riset kesehatan dasar yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tahun 2013, prevalensi stroke dengan usia di atas 15 tahun sebanyak 7 orang per 1000 penduduk.
“Tahun 2018 ini bukan turun, malah meningkat itu 10,9 per 1000 penduduk,” kata Tugas, di Jakarta, Kamis (9/22/2022).
Artinya, lanjut Tugas, ada lompatan kasus stroke yang signifikan di Indonesia. Menurutnya, kasus stroke paling rendah di Papua, yaitu 4,1 per 1000 penduduk pada 2018. Sedangkan, tiga provinsi teratas yaitu, DI Yogyakarta, Kalimantan Timur (Kaltim), dan Sulawesi Utara (Sulut).
“Kemudian kalau yang paling tinggi ini di data ini Kalimantan Timur 14,7 per mil, disusul DIY, kemudian berikutnya Sulut,” jelas Tugas.
Dengan peningkatan jumlah kasus ini, pemerintah telah merespons dengan membangun fasilitas-fasilitas penanganan stroke.
Misalnya, pemerintah mendirikan rumah sakit pusat otak nasional di Jakarta. “Saya kira ini juga mencerminkan ada upaya untuk bagaimana memberikan pelayanan terhadap gangguan otak khususnya pada stroke,” sambungnya.
Yastroki, lanjut Tugas, mendorong rumah sakit-rumah sakit di seluruh Indonesia yang mempunyai kemampuan untuk mendirikan unit stroke atau struk corner. Menurutnya, keberadaan rumah sakit otak di daerah sangat penting sebagai pusat rujukan.
“Saya kira ini infrastruktur yang sebenarnya atau mungkin ke depan akan dibangun,” katanya.
Tugas yang juga ditunjuk sebagai Ketua Panitia Penyelenggara Pusat Jambore Stroke Indonesia berharap, keberadaan rumah sakit-rumah sakit tersebut dapat berpartisipasi dalam kegiatan Jambore Stroke Indonesia yang akan digelar di Yogyakarta, pada 28-30 Oktober 2022.
Menurutnya, perlu kesadaran bersama untuk mencegah sampai dengan penanganan awal hingga pemulihan pasien penderita stroke. (ach/hdl)