Jakarta (pilar.id) – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman, mengungkapkan keprihatinannya terkait proses sidang terbuka dan substansi putusan yang dikeluarkan oleh Majelis Kehormatan MK (MKMK). Menurut Anwar, sidang terbuka ini melanggar norma dan tidak sesuai dengan peraturan MK yang berlaku.
Anwar menyoroti khususnya sidang terbuka dan mengungkapkan bahwa ini tidak sesuai dengan tujuan dibentuknya Majelis Kehormatan, yang seharusnya bertujuan untuk menjaga keluhuran dan martabat hakim konstitusi. Ia menegaskan bahwa proses peradilan etik seharusnya dilakukan secara tertutup sesuai dengan Peraturan MK. Secara normatif, sidang terbuka ini dianggap melanggar aturan.
Selain itu, Anwar juga mengomentari putusan sanksi yang diberlakukan terhadap hakim konstitusi. Menurutnya, walaupun ada dalih untuk melakukan terobosan hukum dengan tujuan memulihkan citra MK di mata publik, tindakan MKMK tetap dianggap melanggar norma yang berlaku.
Namun, Anwar menjelaskan bahwa sebagai Ketua MK saat itu, ia tidak mencoba untuk mengacaukan atau melakukan intervensi terhadap proses persidangan MKMK yang berlangsung.
Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023 tentang MKMK secara tegas mengatur bahwa pemeriksaan pendahuluan dan pemeriksaan lanjutan harus dilakukan secara tertutup. Namun, ada pengecualian di mana MKMK dapat mengadakan sidang terbuka untuk pemeriksaan kepada pelapor dan sidang tertutup untuk hakim terlapor.
Dalam rapat klarifikasi pada tanggal 26 Oktober, disepakati bahwa sidang MKMK dengan melibatkan para pelapor akan dibuka untuk umum sebagai bentuk pertanggungjawaban MKMK kepada publik.
Anwar Usman diberikan sanksi berupa pemberhentian dari jabatan Ketua MK karena terbukti melanggar Prinsip Ketidakberpihakan, Prinsip Integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi, serta Prinsip Kepantasan dan Kesopanan dalam Sapta Karsa Hutama.
Berdasarkan Pasal 41 Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023 tentang MKMK, sanksi pelanggaran dapat berupa teguran lisan, teguran tertulis, atau pemberhentian tidak dengan hormat. Dalam kasus Anwar Usman, sanksi pemberhentian tersebut tidak termasuk dalam peraturan yang berlaku. (hdl)