Jakarta (pilar.id) – Beberapa hari terakhir, nampak antrian panjang kendaraan untuk mengisi bahan bakar minyak (BBM) di Stasiun Pengisian Bahan bakar Umum (SPBU). Namun, beberapa SPBU juga kehabisan stok, terutama jenis pertalite.
“Cepat habisnya (pertalite),” ujar salah seorang karyawan SPBU, di jalan Bogor, kepada Pilar.id beberapa waktu lalu.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, untuk mengendalikan BBM terutama jenis solar bersubsidi perlu dilakukan pengawasan yang ketat. Selama ini, tingkat kebocoran solar masih terjadi untuk kendaraan angkutan di perusahaan pertambangan dan perkebunan skala besar.
“Penghematan dari pengawasan distribusi solar subsidi cukup membantu penghematan anggaran,” kata Bhima.
Ia juga mendorong pembangunan jaringan gas untuk menggantikan ketergantungan terhadap impor LPG 3Kg. Jaringan gas juga bermanfaat untuk mempersempit celah subsidi ke rumah tangga mampu.
“Tunda proyek infrastruktur dan alokasikan dana untuk menambah alokasi subsidi energi. Dan alihkan sebagian dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) juga untuk subsidi energi,” sambung dia.
Menurut Bhima, penghematan belanja pegawai, belanja barang dan jasa, termasuk transfer ke daerah masih bisa dilakukan. Pemerintah juga dibekali dengan UU darurat keuangan yang membolehkan pergeseran anggaran tanpa persetujuan DPR.
“Jadi lebih cepat dilakukan perombakan ulang APBN semakin baik,” kata dia.
Sementara itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, per Juli 2022 realisasi belanja subsidi naik 16,7 persen atau Rp116,2 triliun. Angka tersebut lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun lalu yang hanya sebesar Rp99,6 triliun.
“Nanti semester depan masih diharapkan sangat tinggi. Kompensasi masih ada anggaran yang mencapai lebih dari Rp190 atau Rp189 triliun yang akan dicairkan di semester II, untuk menahan guncangan,” tutup Sri Mulyani. (Akh/din)