Jakarta (pilar.id) – Seiring kemajuan teknologi, sistem pembayaran juga mengalami perkembangan yang signifikan. Saat ini, mulai dikembangkan sistem pembayaran antar negara dengan menggunakan Central Bank Digital Currency (CBDC).
Ekonom Universitas Diponegoro Esther Sri Astuti menjelaskan, CBDC adalah bentuk elektronik dari uang bank sentral yang dapat digunakan warga untuk melakukan pembayaran digital dan menyimpan nilai. “Dengan kata lain, CBDC adalah mata uang digital, dikeluarkan bank sentral, dan dapat diakses secara universal,” jelas Esther, di Jakarta, Jumat (20/5/2022).
CBDC, lanjut Esther, sama halnya dengan mata uang rupiah, dollar, euro, dan lainnya. Karena itu, jika suatu negara menerbitkan CBDC, maka pemerintah akan menganggap sebagai alat pembayaran yang sah seperti mata uang resmi yang dikeluarkan bank sentral.
“Jika CBDC diimplementaskan, maka tidak perlu ada uang koin atau uang kertas fisik. Semua dipertukarkan dalam format digital,” kata dia.
Beberapa negara yang sudah menerapkan CBDC, yaitu China, Swedia, Bahama, Kawasan Karibia Timur, dan Marshal Island. Kemudian negara tetangga, Thailand, Korea Selatan, dan Singapura masih dalam dalam bentuk pilot project.
Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (Indef) ini menambahkan, kelebihan dari CBDC adalah kecepatan transfer dari luar negeri ke bank domestik. Ia mencontohkan, proses pengiriman uang dari Belanda ke Bank Mandiri, setidaknya butuh waktu 3-5 hari kerja dengan biaya US$25.
“Nah cukup mahal dan ada jeda waktu. Makanya kalau CBDC ini diimplementasikan, paling tidak mengeliminasi waktu karena CBDC ini realtime,” jelas Esther.
Namun, Esther memberikan catatan khusus, regulator harus menyiapkan perangkat hukumnya. Selain itu, pemangku kepentingan juga perlu mempertimbangkan transparansi dan keamanan pengguna akhir selama transaksi lintas batas.
Sementara itu, Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia (BI) Ryan Rizaldy mengatakan, digitalisasi pembayaran membuka peluang lebar bagi sistem pembayaran yang lebih mudah dan efisien. Namun, tantangan bagi regulator adalah memastikan risikonya.
“Design digital rupiah ini sedang kami godok,” katanya. (ach/din)