Jakarta (pilarid) – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, mengungkapkan potensi terjadinya kecurangan dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mendatang. Namun, ia menekankan bahwa pelaku kecurangan tersebut berasal dari peserta atau kontestan pemilu itu sendiri, bukan dari pemerintah.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Mahfud dalam sebuah seminar dengan tema “Literasi Media dan Politik Jelang Pemilu 2024: Mitigasi Konflik SARA dan Penguatan Partisipasi Warga” di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada Selasa (23/5/2023).
“Karena sudah lima kali Pemilu kita, yaitu pada tahun 1999, 2004, 2009, 2014, dan 2019, terjadi kecurangan. Namun, yang menjadi perbedaan kali ini adalah kecurangan dilakukan oleh peserta pemilu sendiri, bukan oleh pemerintah,” ujar Mahfud.
Mahfud menegaskan bahwa situasi saat ini sangat berbeda dengan masa Orde Baru, di mana Pemilu kerap kali diatur untuk menentukan siapa pemenang dan partai mana yang akan memperoleh suara sebanyak apa.
“Dulu, pada masa Orde Baru, tidak bisa disangkal bahwa yang melakukan kecurangan adalah pemerintah terhadap rakyat. Pada saat itu, partai Golkar harus menang, pemilu berikutnya partai Golkar harus memperoleh sejumlah suara tertentu, demikian juga dengan PPP dan PDI. Semuanya sudah diatur. Itu bukan berita bohong, tetapi kenyataan,” ungkapnya.
Sementara dalam lima Pemilu terakhir, Mahfud menjelaskan bahwa kecurangan terjadi antara sesama rakyat dan dilakukan oleh peserta pemilu.
Ia memberikan contoh modus kecurangan yang terjadi, yaitu peserta pemilu membayar orang tertentu di Tempat Pemungutan Suara (TPS) untuk memalsukan hasil suara yang kemudian diserahkan ke kelurahan, kecamatan, dan seterusnya.
“Meskipun telah diupayakan berbagai langkah pencegahan, kasus-kasus seperti itu masih tetap terjadi,” tambahnya.
Untuk mengatasi hal tersebut, Pemerintah telah secara resmi membentuk Mahkamah Konstitusi (MK) sejak tahun 2003, yang salah satu tugasnya adalah menyelesaikan perselisihan hasil pemilu.
Sebagai mantan Ketua MK periode 2009-2013, Mahfud menekankan pentingnya lembaga yudikatif tersebut bekerja secara terbuka dan independen.
“Jika keputusan yang dihasilkan tidak transparan dan independen, hal itu dapat menjadi masalah politik yang besar,” tegasnya.
Mahfud juga mengungkapkan bahwa ia telah memberikan pesan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI agar siap menghadapi gugatan terkait kecurangan dalam pemilu.
“Pemilu pasti akan diwarnai dengan kecurangan, baik yang terjadi sebelumnya maupun yang akan datang. Oleh karena itu, saya mengatakan kepada Pak Hasyim (Asy’ari, Ketua KPU RI) dan Bawaslu saat mereka datang ke kantor saya, untuk bersiap-siap menghadapi gugatan terkait kecurangan dalam pemilu,” ungkapnya.
Mahfud juga mengimbau kepada semua pihak untuk terus memperkuat literasi politik dan media guna menjaga agar Pemilu 2024 dapat berjalan secara lebih demokratis. (hdl)