Jakarta (pilar.id) – Bank Indonesia (BI) mencatat terjadi penurunan cadangan devisa pada Maret 2022 dibanding bulan sebelumnya Februari 2022. Posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Maret 2022 sebesar 139,1 miliar dolar AS, sedangkan pada Februari 2022 sebesar 141,4 miliar dolar AS.
Penurunan posisi cadangan devisa pada Maret 2022 antara lain dipengaruhi oleh kebutuhan pembayaran utang luar negeri Pemerintah.
Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 7,2 bulan impor atau 7,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. BI menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
Sementara itu, pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, tekanan terhadap cadangan devisa akan terus berlanjut, seiring dengan utang pemerintah yang terus naik signifikan. Apalagi jika melihat kebutuhan pemerintah untuk menutup defisit anggaran.
“Kebutuhan untuk subsidi energinya besar, kebutuhan untuk pembangunan infrastrukturnya juga besar, maka ini akan berkorelasi dengan kenaikan pembiayaan utang,” kata Bhima, di Jakarta, Kamis (7/4/2022).
Pada saat pandemi Covid-19, lanjut Bhima, pemerintah juga menggenjot pembiayaan utang dan ketika beberapa utang wajib dibayar tentunya akan menyedot cadangan devisa secara signifikan. Kebutuhan berikutnya adalah untuk impor.
“Ini akan terus meningkat karena impor BBM yang naik secara nilai maupun volume, kemudian impor dari kebutuhan pangannya juga akan naik dan juga impor dari kebutuhan belanja material barang-barang proyek infrastruktur strategis itu juga akan naik,” jelas Bhima.
Menurut Bhima, pemerintah juga harus mewaspadai jangan sampai cadangan devisa yang terus-terusan tergerus ini bisa membuat ketahanan eksternal Indonesia menjadi lemah. Terutama, pada saat tren kenaikan suku bunga acuan dan inflasi secara global terjadi, serta risiko geopolitiknya yang masih tinggi.
“Ini bisa memicu rendahnya kekuatan moneter Indonesia untuk melakukan intervensi ke nilai tukar rupiah ketika cadangan devisanya terkuras cukup besar,” kata Bhima. (ach/fat)