Sidoarjo (pilar.id) – Berdiri megah di kawasan Desa Candi Pari, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Candi Pari memiliki struktur bangunan persegi empat yang megah, dibangun dengan batu bata, dengan ambang dan bagian atas gerbang yang terbuat dari batu andesit.
Berbeda dengan kebanyakan candi di Jawa Timur yang memiliki ciri khas pola bangunan vertikal dan langsing pada bagian tubuh. Satu-satunya ciri Majapahit yang dapat ditemukan di sini adalah penggunaan bata merah sebagai bahan konstruksi.
Sumber di Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah Jawa Timur, Direktorat Jenderal Kebudayaan Republik Indonesia, candi ini memiliki panjang 16,86 meter, lebar 14,10 meter, dan tinggi 13,40 meter. Dengan gambaran ini terasa jika candi ini terlihat lebih pendek dan lebar jika dibandingkan dengan candi-candi dari masa kerajaan Majapahit.
Candi Pari terdiri dari tiga bagian utama, yaitu kaki, badan, dan atap. Bagian kaki memiliki denah empat persegi dengan ukuran panjang 13,55 meter, lebar 13,40 meter, dan tinggi 1,50 meter.
Sementara badan candi berbentuk persegi empat dengan panjang dan lebar 7,80 meter serta tinggi 6,30 meter. Pintu masuknya berbentuk segi empat dengan ukuran panjang 2,90 meter, lebar 1,23 meter, dan tebal 1 meter, dilengkapi dengan 7 buah penguat pintu, salah satunya terbuat dari batu andesit, yang memiliki pahatan angka tahun 1293 Saka (1371 M).
Ciri menarik dari Candi Pari adalah adanya pahatan sangka bersayap di atas relung di ketiga sisi tubuh candi. Hal ini kemungkinan menunjukkan fungsi candi sebagai tempat persembahan atau pendharmaan dalam agama Hindu.
Meskipun sebagian besar atap candi telah runtuh, sisa atap yang tersisa memiliki panjang dan lebar 7,80 meter serta tinggi 4,50 meter dengan hiasan menara-menara panjal.
Penelitian mendalam mengenai Candi Pari telah dilakukan oleh NJ Krom dan dimuat dalam bukunya Inleading Tot de Hindoe Javansch Khust tahun 1923. Krom menyatakan bahwa Candi Pari mendapat pengaruh dari Campa, terutama dalam hal bentuk dan ornamentasi, namun karakter Jawa tetap tampak dominan pada bangunan ini.
Berdasarkan kitab Nagarakrtagama, juga disebutkan bahwa hubungan dekat antara Jawa dan Campa pada masa itu. Hal ini menyebabkan pembangunan Candi Pari memiliki pengaruh kesenian Campa.
Selain itu, laporan dari J. Knebel dalam Rapporten Van De Comissie In Nederlandsch Indie voor Oudheidkundig Onderzoek Op Java en Madoera tahun 1905-1906 menulis bahwa Candi Pari dan Candi Sumur dibangun untuk mengenang tempat hilangnya seorang kerabat angkat dari salah satu putra Prabu Brawijaya dan istrinya yang menolak tinggal di keraton Majapahit.
Pada tahun 1915, beberapa arca penting ditemukan di sekitar Candi Pari, termasuk dua Arca Siwa Mahadewa, dua Arca Agastya, tujuh Arca Ganesha, dan tiga Arca Budha, yang semuanya telah dibawa ke Museum Nasional. Temuan arca-arca ini menjadi bukti bahwa Candi Pari merupakan tempat ibadah agama Hindu.
Candi bersejarah ini ditemukan pada tanggal 16 Oktober 1906. Untuk menjaga kelestariannya, Candi Pari telah ditetapkan sebagai cagar budaya peringkat nasional pada tahun 2022.
Upaya pelestarian dan pemugaran telah dilakukan sejak masa Kolonial Belanda dengan melakukan penambahan kayu pada langit-langit pintu masuk. Pada tahun 1994-1999, candi ini kembali dipugar oleh Kanwil Depdikbud dan Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Timur, demi melestarikan warisan budaya berharga ini untuk generasi mendatang. (hdl)