Jakarta (pilar.id) – Anggota Komisi 1 DPR RI – Sukamta mengaku prihatin dengan saling menyalahkan terkait kebocoran data. Karena itu, ia mengusulkan audit pengelolaan data.
“Ini kan masalah bersama, karena kebocoran data itu kita tidak bisa menunjuk satu pengelola, boleh jadi itu dari satu pihak, dua pihak,” kata Sukamta, di Jakarta, Sabtu (10/9/2022).
Sukamta juga menyayangkan sikap kementerian atau lembaga yang merasa puas diri bahwa datanya paling aman. Meskipun sudah dilakukan penguatan keamanan, seperti enkripsi tetapi tidak memberikan jaminan keamanan. Terlebih, teknologi yang digunakan dibeli dari pasar atau vendor.
“Apalagi ada super komputer, enkripsi sesulit apapun paling berapa menit, berapa jam, berapa hari juga bisa akan jebol,” katanya.
Dia juga mengusulkan Indonesia harus memiliki cyber army. Mereka bukanlah pasukan cyber bersenjata, tetapi orang-orang terlatih yang menguasi data. “Bayangkan kalau orang punya keterampilan sangat ahli tapi kepribadiannya rapuh sekali. Ini akan membahayakan kementerian/ lembaga itu sendiri,” kata dia.
Ditambahkan Juru Bicara Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan Hari Purwanto, perlu percepatan pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) supaya jelas sanksinya apabila terjadi penyelewengan. Ia menyebut penyalagunaan data pribadi sangat berbahaya. Salah satunya pinjaman online (pinjol) yang menyebarkan data pribadi ketika terjadi tunggakan cicilan oleh nasabahnya.
“Atau dulu ada credit card yang datanya langsung dioper-oper sana-sini. Atau ada juga yang ada di layanan-layanan lain para pengguna yang dioper ke kolega-koleganya tanpa izin dari individu itu. Nah itu yang berbahaya,” kata dia.
Pakar keamanan siber Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) Ardi Sutedja mengatakan, masyarakat harus pro aktif ketika menjadi korban kebocoran data pribadi. Masyarat bisa mengajukan gugatan baik secara pidana maupun perdata, serta dapat dilakukan individu atau berkelompok.
“Bisa ada ranah pidana, bisa tuntutan hukum secara perdata oleh masyarakat. Dan itu dimungkinkan tidak harus menunggu UU PDP,” kata dia.
Di sisi lain, perusahaan juga tak perlu melakukan pembelaan diri atau defensif ketika data pelanggannya bocor. Perusahaan harus menjelaskan dengan jelas karena saat ini sudah di era keterbukaan publik. Menurut Ardi, tanpa keterbukaan tak ada era digital.
“Masa kita era keterbukaan, dengan digitalisasi masih pakai pola-pola defensif seperti zaman dulu. Lucu ini,” kata dia.
Sebelumnya, Vice President Corporate Communications Telkomsel Saki Hamsat Bramono membantah telah terjadi kebocoran data registrasi SIM card pengguna Telkomsel. Perusahaan pelat merah ini memastikan dan menjamin data pelanggan yang tersimpan dalam sistem Telkomsel tetap aman dan terjaga kerahasiaannya.
“Dapat kami pastikan bahwa data yang diperjualbelikan oleh akun Bjorka melalui kanal breached.to, bukan berasal dari sistem yang dikelola Telkomsel,” kata Saki. (ach/hdl)