Jakarta (pilar.id) – Harga cabai di berbagai daerah mengalami kenaikan tajam. Harga cabai saat ini bahkan menyentuh Rp200 ribu per kilogram di Aceh.
Ketua Bidang Kebijakan Publik DPN Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Achmad Nur Hidayat mengatakan, yang terjadi di lapangan ternyata sangat berbeda dengan informasi yang disampaikan Kementerian Perdagangan (Kemendag) melalui Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok (SP2KP) di situs news.kemendag.go.id.
Di situs tersebut, Kemendag menginformasikan bahwa harga cabai per tanggal 13 Juli 2022 di Aceh harganya Rp110 ribu. Sedangkan di Jakarta Rp113 ribu per kilo gram, Jawa Barat Rp119.262/Kg, Jawa Tengah Rp77.250/Kg, Jawa Timur Rp87.638/Kg.
“Padahal kenaikan ini sudah terjadi sejak bulan lalu, Kementerian Pertanian (Kementan) juga sudah mengambil tindakan, namun belum memadai,” kata Hidayat, di Jakarta, Sabtu (16/7/2022).
Pada 13 Juni 2022 lalu, Direktur Sayuran dan Tanaman Obat, Direktorat Jenderal Hortikultura Kementan Tommy Nugraha mengidentifikasi salah satu penyebab harga cabai naik akibat curah hujan yang tinggi. Sehingga membuat para petani harus merogoh kocek lebih dalam untuk membeli pupuk hingga obat-obatan agar cabai tidak terserang hama dan jamur.
Pada saat itu, lanjutnya, Kementan berupaya untuk meningkatkan produksi agar harga turun dengan cara melakukan penyemprotan hama penyakit di sentra produksi cabai. Sementara untuk menjaga ketersediaan stok cabai dilakukan dengan strategi mengirim stok cabai dari daerah yang surplus ke daerah yang minus.
Namun, melihat kondisi kenaikan harga cabai sekarang ini menunjukkan bahwa kinerja pemerintah belum maksimal. “Harga-harga tidak turun bahkan naik lebih tajam,” katanya.
Menurut Hidayat, naiknya harga cabai yang tinggi sangat merugikan masyarakat yang daya belinya belum juga normal akibat pandemi. Menurutnya, ada beberapa hal yang harus dilakukan pemerintah untuk meredam lonjakan harga tersebut.
Pertama, Kementan perlu memiliki database ketersediaan bahan pangan yang terpercaya. Sebab, selama ini database Kementan seringkali bias. “Data Juni 2022 tercatat cabai masih mengalami surplus secara nasional namun kenaikan harga terjadi merata di seluruh provinsi,” katanya.
Kedua, pemerintah harus berpikir komprehensif dalam urusan tata niaga cabai dan bahan pokok lainnya. Sebab, hal ini bukan persoalan pasokan semata, namun menyangkut distribusi, perilaku para spekulan, dan ketercukupan, serta persediaan nasional.
“Saat ini Badan Pangan Nasional (BPN) terkesan pasif, belum memadai dalam melakukan pengawasan ketersediaan bahan pangan di pasar secara detail,” ujarnya.
Terakhir, menggelar operasi pasar terbuka di lokasi yang harga cabainya tidak terkendali. Pasokan cabai dapat diperoleh dari daerah pemasok yang diketahui memiliki suplus seperti di Sumedang, Nganjuk, Demak, dan Probolinggo. “Daerah-daerah ini dilaporkan mengalami surplus cabai,” kata Hidayat. (ach/hdl)