Jakarta (pilar.id) – Direktur Eksekutif IndiGo Network Radian Syam menegaskan bahwa undang-undang mengenai ibu kota negara (IKN) sangat penting untuk dipersiapkan, karena tanpa undang-undang pemerintah tak dapat melangkah jauh. Namun, RUU IKN seharusnya tidak dilakukan dengan terburu-buru.
Dia mengingatkan, IKN ini harus dilihat sebagai sesuatu yang strategis. Jangan sampai dengan mengejar formal pembentukan UU namun akan menimbulkan persoalan yang nantinya di Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi.
Radianpun menambahkan jika memang IKN itu penting maka akan banyak aturan yang diubah, Bukan hanya sebatas membuat UU IKN saja, namun termasuk di antaranya kedudukan orang yang menjabat untuk mengurus IKN.
Selain dewannya, juga status pihak keamanan di IKN itu sendiri, bahkan yang terpenting nantinya bagaimana dengan daftar pemilih di wilayah IKN untuk mengikuti Pemilu.
“Karena ini bukan pindah rumah semata, tapi memindahkan objek vital negara,” kata Radian yang juga akademisi dari Universitas Trisakti itu.
Dalam jumpa pers yang digelar di Istana Negara pada 26 Agustus 2019, Presiden Joko Widodo mengumumkan pemindahan ibu kota negara Indonesia.
Beberapa alasan menjadi pertimbangan dari pemindahan ibu kota tersebut, salah satunya adalah karena minimnya risiko bencana alam di wilayah Kalimantan Timur. Tetapi alasan tersebut menjadi pertanyaan, saat Desember 2021 wilayah tersebut terlanda musibah banjir.
Persoalan lain mencuat saat DPR mengeluarkan Naskah Akademik RUU IKN dan menuai banyak kritikan dari berbagai kalangan. Akademisi menilai Naskah Akademik tersebut memiliki kualitas yang rendah jika dibandingkan dengan skripsi mahasiswa S1. Selain itu dalam Naskah Akademik tersebut tidak dicantumkannya referensi dari akademisi Indonesia, serta kajian landasan yang belum jelas.
Kontroversi lain muncul saat beredar rumor bahwa pembangunan IKN akan menggunakan dana PEN. Hal tersebut dinilai sangat tidak relevan karena jika itu terjadi akan sangat berdampak ke pemulihan ekonomi Indonesia dan utang negara akan semakin bertambah.
Terkait soal sumber pendanaan, Director of Public Affairs Praxis yang juga Pengamat Kebijakan Public IndiGo NetWork Sofyan Herbowo menyatakan masih ada aspek krusial lanjutan yang perlu diperhatikan. Salah satunya adalah siapa yang menerima manfaat paling banyak dari proyek Nusantara ini.
“Kita tahu persoalan desentralisasi fiskal terutama untuk stimulan perkembangan ekonomi di Indonesia timur adalah salah satu persoalan klasik yang belum bisa diselesaikan. Salah satu tujuan IKN adalah untuk menyelesaikan ketimpangan ini. Namun, jangan lupa, akuntabilitas dan transparansi pengelolaannya harus baik,” tegas Sofyan.
Sebagaimana sudah banyak dikritik, lanjut dia, IKN banyak memiliki persoalan terkait akuntabilitas dan transparansi. “Jangan sampai IKN dipaksakan seperti Omnibus Law. Kalau Pemerintah pusat tidak bisa memberi contoh yang baik, maka implementasi di daerah akan buruk,” tegas Sofyan.
Selain persoalan akuntabilitas dan transparansi, di tahap perencanaan dan implementasi, Sofyan juga mengingatkan pentingnya menghitung externality cost.
Pemerintah jangan hanya menghitung biaya infrastruktur saja, namun harus dihitung juga dampak kerugian laten yang ditimbulkan di luar pembangunan fisik seperti ongkos sosial dan lingkungan yang ditimbulkan.
“Masyarakat lokal dan adat yang terpinggirkan secara sosial dan ekonomi, itu harus dihitung biaya pemulihannya,” tambahnya.
Ditegaskan, yang kita hindari adalah jangan sampai proyek IKN ini hanya menguntungkan kelompok kecil saja yang ujungnya justru menambah ketimpangan ekonomi dan sosial.
“Intinya, jangan sampai dari tahap perencanaan, pendanaan, hingga eksekusi IKN ini banyak bolongnya, karena yang dipertaruhkan besar sekali dan sumber daya kita terbatas,” tandas Sofyan. (usm/hdl)