Bandung (pilar.id) – Mengonsumsi makanan dan minuman manis saat ini menjadi salah satu tren yang mulai kerap dilakukan oleh masyarakat. Terutama bagi generasi muda.
Namun, terlalu banyak mengonsumsi makanan dan minuman manis bisa membahayakan tubuh. Termasuk bagi ibu hamil. Sebab, konsumsi makanan dan minuman manis justru akan meningkatkan risiko asma pada bayi yang sedang berada dalam kandungan.
Hal itu seperti yang disampaikan dokter kandungan, dr. Alamsyah, Sp. Og. Menurutnya, konsumsi terlalu banyak makanman manis dapat memberikan dampak negatif bagi calon bayi yang ada dalam kandungan.
Lebih lanjut, ia menerangkan, jika hal itu dapat terjadi, dikarenakan ibu yang terlalu banyak mengonsumsi makanan dan minuman manis selama hamil, memiliki risiko dua kali lipat, melahirkan anak yang memiliki penyakit asma dan alergi terhadap hal tertentu.
“Biasanya terjadi karena gula dapat menyerang sistem imun yang sedang dibangun selama di dalam kandungan. Akibatnya, anak jadi lahir tanpa memiliki perlindungan terhadap satu atau beberapa hal,” jelas dokter kandungan tersebut.
Selain itu, ia juga menjelaskan, jika setelah makan manis, yang tidak dibarengi membersihkan mulut secara rutin saat hamil, secara tidak langsung akan membahayakan calon bayi dalam kandungan.
“Kalau ibunya terus menerus mengkonsumsi gula secara berlebih itu bisa memicu terjadinya obesitas pada bayi. Hal ini juga dapat meningkatkan risiko bayi lahir besar,” paparnya.
Meski begitu, membatasi konsumsi makanan manis tidak hanya dilakukan oleh ibu hamil saja. Namun, anak-anak, remaja dan dewasa usia produktif seharusnya juga ikut waspada terhadap kebiasaan ini.
“Terlebih, beberapa tahun terakhir, berbagai makanan minuman dengan tambahan topping gula, sirop ataupun kental manis yang melimpah viral dikalangan masyarakat, serta digemari,” jelasnya.
Tak hanya, dr. Alamsyah yang mengkhawatirkan dampak negatif mengonsumsi makanan dan manis yang berlebih, namun sejumlah pemerhati publik, juga mengkhawatirkan fenomena ini dinilai mengkhawatirkan.
Pasalnya, edukasi mengenai kandungan zat dalam makanan dan pengaruhnya terhadap tubuh juga masih minim di masyarakat. Selain itu, pemerintah pun terlihat abai dengan persoalan ini. Misalnya, terkait susu kental manis.
” Pemerintah memang telah menerbitkan aturan mengenai label dan penggunaannya. Namun sosialisasi ketentuan tersebut terlihat minim. Maka tak heran, hingga saat ini masih ditemukan konsumsi kental manis pada balita, dan itu juga masalah yang harus diselesaikan juga oleh pemerintah,” ujarnya.
Seperti yang disampaikan pengamat Kebijakan Publik, Sofie Wasiat, jika kurangnya edukasi dan sosialisasi mengakibatkan masih banyak masyarakat Indonesia yang salah persepsi terhadap kental manis.
“Selama puluhan tahun kental manis dipahami memiliki kadar gizi yang tinggi bagi pertumbuhan anak sehingga disetarakan dengan susu sapi pada umumnya.” ujar Sofie.
Tetapi pada kenyataannya, konsumsi kental manis saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pada anak, atau sampai menggantikan ASI.
” Maka masyarakat perlu mendapatkan dan meningkatkan literasi, mengenai pemenuhan kebutuhan gizi, agar tidak mudah percaya terhadap strategi pemasaran yang menyesatkan,” pesannya. (jel/fat)