Jakarta (pilar.id) – Sejak Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate mengusulkan pemungutan suara dengan sistem internet voting atau e-voting, beberapa komentar pun bermunculan.
Salah satunya dari pakar keamanan siber, Doktor Pratama Persadha. Katanya, pemungutan suara secara elektronik pada Pemilu Serentak 2024 sangat memungkinkan terjadi. Terlebih Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri sudah memanfaatkan data kependudukan secara digital.
“Namun, memang praktik e-voting ini memerlukan proses, misalnya pada tahap awal pelaksanaannya hanya di kota besar yang infrastrukturnya sudah mapan,” kata Pratama, Kamis (24/3/2022).
Menurutnya, akan berbahaya dan berisiko besar bila penerapan e-voting langsung secara nasional pada Pemilu Serentak 2024. Oleh karena itu, pelaksanaannya harus secara bertahap terlebih dahulu.
“Kapan e-voting bisa dilaksanakan di Indonesia? Semua tergantung pada bangsa ini mau menyiapkan model e-voting seperti apa dan sejauh mana kota yang akan melakukan uji coba siap secara infrastruktur,” tandasnya.
Menanggapi kemungkinan ini, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan, semua cara bisa dilakukan, yang paling penting soal kepercayaan.
“Sebenarnya mau coblos mau centrang mau e-voting itu kita trust apa nggak, kan kita pernah coblos, pernah ganti centang, balik coblos lagi kan. Ini soal trust aja,” ujarnya usai meresmikan Sanggar Kagama Bali, Sabtu (26/3).
Penggunaan sistem e voting, menurut Ganjar hanya persoalan mau atau tidak. Karena di beberapa daerah, Ganjar mengatakan, sudah ada yang pernah mencoba sistem e-voting. Ganjar mencontohkan pemilihan kepala desa di Bali pernah menggunakan sistem e-voting.
“Jadi artinya ini soal trust aja. Ketika kemudian trust dan menjadi keputusan, tinggal disiapkan sarana prasarananya dan sistemnya betul-betul terjaga,” katanya.
Sambil menyiapkan, lanjut Ganjar, pemerintah bisa menggandeng para ahli untuk meriset. Apakah memang bisa dilakukan e-voting atau tidak. Apalagi, kata Ganjar, Indonesia terdiri dari ragam perbedaan.
“Udah deh itu kan soal intensinya aja. Kalau intensinya itu memang mau memilih dengan coblos ya coblos, yang suka centang centang, yang pakai e-voting e-voting, kenapa tidak. Kenapa harus satu kan kita beda-beda,” ujarnya.
Ganjar mengatakan, soal cara pemilihan ini hanya butuh rasa kepercayaan. Sejalan dengan kepercayaan itu, kata Ganjar, infrastrukturnya bisa disiapkan.
“Bukan soal setuju atau tidak, kita tuh percaya apa nggak. Ada yang (infrastrukturnya) bisa siap, ada yang belum. Maka kalau kita soal memilih itu tinggal kita dorong saja, kalau menurut saya macem-macem bisa nggak harus seragam,” tandasnya. (hdl)