Yogyakarta (pilar.id) – Keraton Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman kembali menggelar pameran batik bertajuk ‘Adiwastra Narawita: Kain Indah Sang Raja’ di Taman Pintar Yogyakarta, 28 Oktober hingga 3 November 2022 mendatang.
Acara ini merupakan salah satu upaya memberikan edukasi ke masyarakat mengenai filosofi dan tata cara pemakaian batik.
Penghageng KHP Nitya Budaya Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat GKR Bendara mengatakan pameran yang digelar tahun ketiga ini mengajak masyarakat untuk memberikan apresiasi terhadap batik sebagai warisan budaya serta semakin memahami filosofi setiap motif dan pemakaiannya.
Bendara menyebut, pihaknya juga telah meluncurkan e-book yang dapat diakses melalui laman Keraton Yogyakarta yang berisi motif batik larangan atau batik Awisan Dalem.
“Keraton Yogyakarta berusaha menampilkan batik dengan tema berbeda setiap pameran. Tahun ini dipilih 27 koleksi batik Awisan Ndalem atau batik larangan yaitu motif batik yang penggunaannya terikat dengan aturan-aturan tertentu di Keraton Yogyakarta dan tidak semua orang boleh mengenakannya,” jelas Bendara, Jumat (28/10/2022).
Lebih lanjut, salah satu jenis batik larangan yang dipamerkan ialah motif parang yang mempunyai filosofi sebagai sebuah tangga untuk mencapai kemurnian diri sehingga setiap orang harus memiliki hati yang murni saat mengenakannya. Motif yang ditampilkan berbagai tingkatan dan beragam ukuran mulai dari parang berukuran besar hingga kecil.
Selanjutnya, motif kawung yang memiliki filosofi perputaran kehidupan yang akan kembali ke titik nol dan kemuliaan yang suci sehingga warna tengah batik kawung adalah putih.
Batik larangan ini, tidak boleh dikenakan saat masyarakat berwisata ke kompleks Keraton Yogyakarta atau mengikuti berbagai hajad dalem yang digelar keraton.
Sementara itu, Gusti Kanjeng Bendara Raden Ayu Adipati (GKBRAA) Paku Alam atau Gusti Putri menjelaskan pameran batik ini merupakan upaya untuk meneguhkan status DIY sebagai Kota Batik Dunia yang disandang sejak 2014. Selain itu juga menjadi salah satu upaya pelestarian dan edukasi batik ke masyarakat.
“Kadipaten Pakualaman menampilkan batik-batik yang saya buat, khusus untuk Dhaup Ageng atau pernikahan putra sulung kami dengan tema Surya Mulyarja yang merupakan bagian dari batik seri Asthabrata. Motif ini merupakan iluminasi tentang Batara Surya dalam naskah Sestradisuhul dan Sestra Ageng Adidarma,” terang Gusti Putri. (riz/hdl/ant)