Yogyakarta (pilar.id) – Pameran temporer Narawandira: Keraton, Alam dan Kontinuitas menjadi rangkaian mangayubagyo peringatan Tingalan Jumenengan Dalem atau kenaikan tahta raja Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X ke-34.
Pameran Narawandira yang menampilkan berbagai macam vegetasi dan produk turunannya tersebut, berlangsung selama lima bulan mulai 5 Maret hingga 27 Agustus 2023 di Kompleks Kedhaton Kagungan Dalem Museum Keraton Yogyakarta.
Dengan mengunjungi Pameran Nawarandira ini, pengunjung bisa mendapatkan berbagai informasi termait jenis vegetasi yang hidup dan mengiringi perjalanan Kesultanan Yogyakarta. Termasuk, kegunaan dan fungsi dari masing-masing vegetasi tersebut.
Penghageng Kawedanan Hageng Punakawan (KHP), Nityabudaya Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Bendara mengungkapkan pameran tersebut menyajikan beragam vegetasi yang berkaitan dengan sejarah tata pemerintahan Kraton Yogyakarta.
“Perjalanan berdirinya Keraton Yogyakarta tidak lepas dari vegetasi yang mengelilinginya sebagai bagian alam,” kata Bendara, Selasa (7/3/2023).
Dikatakan Bendara, setelah lebih dari 10 dekade peradaban hutan beringin dibangun Pangeran Mangkubumi atau Sri Sultan HB I, Yogyakarta bertransformasi menjadi kota kerajaan yang subur dan tanah agraris.
“Kedekatan Keraton dengan alam pun secara kontekstual dimanifestasikan dalam falsafah utama Keraton yakni Hamemayu Hayuning Bawana (memperindah keindahan dunia),” imbuhnya.
Kontinuitas dari keraton dan alam tersebut, selanjutnya berwujud pada pemanfaatan vegetasi dalam berbagai kepentingan, baik sakral maupun profan.
Menurutnya, pameran ini sekaligus menjadi potret Keraton dalam menjaga alam dan merawat kontinuitas historis Yogyakarta sebagai kota peradaban di antara bentang alam Merapi dan Laut Selatan.
“Maka, melalui pameran bertajuk Narawandira yang berasal dari kata Nara yang berarti manusia, pemimpin, serta Wandira berarti pohon beringin, pohon yang menghubungkan ketiga dunia ini Narawandira berfokus pada peran manusia dalam menjaga kelestarian kontinuitas alam,” jelasnya.
Sementara itu, Raja Keraton Yogyakarta, Sri Sultan HB X menyebut selain tebu dan padi terdapat banyak vegetasi seperti tanjung, asem, beringin, hingga pohon kapel yang juga bersejarah pada perubahan tata pemerintahan Yogyakarta.
“Bentang sumbu filosofi menjadi jalan-jalan protokol bagi semua masyarakat seyogyanya perlu dijaga vegetasinya. Keraton Yogyakarta mendorong untuk kembali menumbuhkan kesadaran masyarakat agar menjaga kelestarian lingkungan sekecil mungkin,” kata Sultan. (riz/fat)