Yogyakarta (pilar.id) – Ekonom dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Ahmad Ma’ruf, mengatakan, rencana menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi memang pilihan yang menyakitkan. Namun, ia menilai bahwa keputusan tersebut sudah tepat.
Sebabm, jika tidak dinaikkan, maka beban fiskal pemerintah semakin berat. Menurutnya, pemerintah pasti sudah menggunakan rasionalitasnya untuk mengukur harga BBM subsidi.
Kendati demikian, pemerintah harus memastikan kelompok rentan benar-benar disubsidi. Baik melalui bantuan sosial (bansos) ataupun bantuan langsung tunai (BLT).
“Tidak apa-apa menaikan harga BBM. Tetapi di kelompok rentan dipastikan harus dapat subsidi dulu,” kata Ma’ruf, Kamis (1/9/2022).
Meski demikian, menurut Ma’ruf, menaikan harga BBM subsidi adalah pilihan yang sulit. Kata dia, tidak ada satupun pemerintahan yang senang menaikkan harga suatu komoditas, termasuk BBM subsidi. Pasti pemerintah juga akan kena imbas.
Tapi ada yang harus diingat, secara politik, Jokowi sudah memasuki periode terakhir sebagai presiden. Maka, Jokowi harus berani mengambil pilihan yang lebih besar yakni menaikkan harga BBM subsidi.
“Coba kalau Jokowi mau mencalonkan diri lagi, pasti dia akan pikir dua kali untuk menaikkan harga BBM. Sekarang menurut saya, saatnya Jokowi berani mengambil langkah untuk menyelamatkan fiskal kita. Karena utang luar negeri kita sudah besar,” tegasnya.
Lagipula, kinerja Jokowi selama menjabat menjadi kepala negara tidak jelek-jelek amat. Progres Jokowi sudah baik dengan infrastruktur yang sudah terbangun hampir merata. Mekipun memiliki risiko defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
Kalau beban fiskal tidak diselamatkan, maka utang Indonesia akan kembali menumpuk. Apalagi akan ada pemilu serentak yang dapat menelan biaya politik tidak murah.
“Maka dari situlah, Jokowi harus berani mengambil keputusan yang tidak populis. Itu paling penting,” tegasnya.
Di sisi lain, Jokowi harus segera memastikan dan menetapkan kenaikan harga BBM subsidi agar mengakhiri spekulasi di tengah masyarakat. Saat ini, muncul keresahan di masyarakat yang menyebabkan punic buying dan kenaikan harga sejumlah bahan pokok.
“Di sinilah pengambil kebijakan harus jelas. Agenda sering ke depannya itu mau seperti apa. Kapan target waktunya. Itu harus jelas. Ini yang harus dilakukan oleh pemerintah Jokowi, termasuk para menteri-menterinya jangan terus membuat gaduh,” ujarnya. (her/fat)