Jakarta (pilar.id) – Ekonom dan Co-Founder sekaligus Dewan Pakar Institute of Social, Economic and Digital (ISED) Ryan Kiryanto memprediksi, Bank Indonesia (BI) masih akan menaikkan suku bunga acuan hingga akhir tahun antara 25 sampai 50 persen.
Terlebih, Badan Pusat Statistik (BPS) sudah menyatakan bahwa dampak inflasi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) baru akan terasa 1 hingga dua bulan berikutnya.
“Artinya BI rate akan ada naik lagi bulan depan. Dugaan saya tahun ini BI masih punya space, akan menaikkan 25-50 basis poin,” kata Ryan, di Jakarta, Senin (10/10/2022).
Ryan menyampaikan, kenaikan suku bunga acuan BI tersebut bukan untuk mengimbangi bank sentral Amerika Serikat Federal Reserve atau The Fed. Namun, Ryan menduga kenaikan suku bunga acuan hanya untuk mencegah inflasi.
“Karena The Fed itu rapat setahun hanya 8 kali, BI itu tiap bulan harus rapat. Sehingga pergerakan nilai tukar rupiah sama inflasi itu memang harus diawasi dengan cermat oleh BI,” kata Ryan.
Sebelumnya, BI juga telah menaikkan suku bunga acuan hingga 50 persen sehingga menjadi 4,25 persen saat ini. Hal itu juga semata-mata untuk mencegah inflasi yang semakin liar.
Menurut Ryan, dengan inflasi yang terus terdorong naik hingga 6-7 persen secara riil, maka BI juga dipastikan akan menaikan suku bunga acuan sampai akhir tahun menjadi 4,50-4,75 persen.
“Jadi kalau anda punya tabungan, punya deposito, anda itu tidak menikmati negative interested rate. Bunga deposito berapa? Paling 3-4 persen. Lha inflasinya sudah 5 persen. Jadi kita sudah minus sebetulnya, pendapatan kita secara riil,” kata Ryan.
Menurut Ryan, fundamental ekonomi AS sebenarnya kurang baik. Namun, mata uang AS atau dollar justru malah menguat dibanding nilai tukar negara lain.
“Ya itu gara-gara The Fed terlalu agresif menaikkan suku bunga acuan. Akibatnya ya sudah orang pegang dolar semua,” tandas Ryan. (fat)